KALPATARA.ID- Musyawarah rupanya adalah sendi kehidupan masyarakat adat di Nusantara. Di Maluku, terdapat Baileo, rumah adat yang berfungsi sebagai tempat bermusyawarah.
Dalam bahasa setempat Baileo memiliki arti balai bersama. Di balai bersama ini para tetua adat dan masyarakat bermusyawarah dalam mencari solusi atau pemecahan atas permasalahan yang ada.
Selain sebagai tempat musyawarah, Baileo juga berfungsi untuk menyimpan benda-benda pusaka dan tempat dilakukannya upacara adat.
Baileo merupakan hasil budaya Maluku yang dimanifestasikan dalam bentuk arsitektur. Pendirian sebuah baileo tentunya tidak dilakukan begitu saja, namun menurut aturan-aturan yang dianut dalam budaya Maluku, mulai dari pemilihan lokasi, pemilihan bahan, bentuk arsitektur hingga ornamen.
Manusia sebagai makhluk berbudaya tidak berperilaku acak, namun menurut aturan yang disepakati dalam masyarakatnya.
Salah satu wilayah yang hingga saat ini masih melestarikan rumah adat Baileo adalah di Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Tengah.
Asal-usul Rumah Adat Baileo
Bentuk Baileo yang berupa rumah adat, tidak lepas dari sejarah terbentuknya negeri. Menurut mitos, penduduk asli masyarakat Ambon berasal dari Nunusaku, salah satu kerajaan besar tertua yang berada di Pulau Seram.
Dalam kisah sejarah Maluku, dahulu terdapat 3 kelompok masyarakat yaitu kelompok Ulisiwa, Ulilima dan kelompok Uliasa.
Menurut beberapa pustaka, diyakini kelompok yang datang ke pulau Ambon adalah dari kelompok Ulisiwa dan Ulilima, yang kemudian dikenal dengan Patasiwa dan Patalima.
Pada perkembangannya pada masa kolonial Belanda, kelompok Patasiwa merupakan negeri-negeri Kristen dan kelompok Patalima merupakan negeri-negeri Islam. Kedua kelompok ini tentunya membawa implikasi pada bentukan rumah adat Baileo.
Rumah Adat Baileo Patasiwa berupa rumah panggung, sedangkan Baileo Patalima menapak pada tanah.
Karena diyakini bahwa di dalam Baileo juga terjadi komunikasi dengan leluhur, maka rumah adat ini dibuat terbuka tanpa dinding.
Dengan bentuk ini diyakini arwah nenek moyang akan ikut melihat apa yang dibicarakan dan di musyawarahkan di dalam rumah adat ini.
Namun demikian, bentuk terbuka ini secara fungsional selain memberikan kesempatan kepada masyarakat yang bukan pejabat adat.
Masyarakat umum juga dapat mendengarkan dan menyaksikan apa yang dibicarakan dan dilakukan di dalam baileo, sehingga pengambilan keputusan penting yang berkait dengan adat, masyarakat juga dapat mengetahui.
Selain untuk memberi kesempatan masyarakat mengikuti jalannya musyawarah, bentuk terbuka ini juga menjadikan rumah adat ini menjadi terang dan sirkulasi udara juga baik.
Berbahan Alam dan Ramah Lingkungan
Baileo dibuat dengan bahan yang kuat, dan dilengkapi dengan ornamen khas Maluku.
Bahan-bahan itu berasal dari alam, yakni kayu, bambu, serta rumbia yang dijadikan sebagai atap. Menariknya lagi, rumah adat ini tidak dibangun dengan paku, melainkan menggunakan kait, ijuk, dan juga pasak yang terbuat dari kayu.