Irama Tifa yang Menggerakkan
Sebelum pertunjukan dimulai, pertama-tama seorang pawang akan membakar kemenyan yang ditaruh di dalam sebuah tempurung kelapa, sambil membaca mantra dalam “bahasa tanah” yang merupakan salah satu bahasa tradisional Maluku. Kemudian asap kemenyan diembuskan pada batang bambu yang akan digunakan.
Jika menggunakan jahe maka itu dikunyah oleh pawang sambil membacakan mantra lalu disemburkan ke bambu. Fungsi kemenyan atau jahe ini untuk memanggil roh para leluhur sehingga memberikan kekuatan mistis kepada bambu tersebut.
Roh-roh inilah yang membuat batang bambu seakan-akan menggila atau terguncang-guncang dan semakin lama semakin kencang serta sulit untuk dikendalikan.
Para pemuda yang memeluk bambu dan sang pawang akan saling bersahutan berteriak baramasa wae tarigogo sambil diikuti irama musik dari tifa. Bambu pun bergerak dengan sendirinya, dan kekuatan guncangannya pun dikendalikan oleh pawang dengan mantra.
Ketika irama tifa dipercepat, bambu akan bertambah berat dan bergerak dengan cepat.
Bambu terlihat bergerak sendiri ketika pawang mengembuskan asap dan menyemburkan jahe ke batang bambu. Para pria yang memeluk bambu mulai mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan kekuatan guncangan bambu.
Ketika irama musik mulai dipercepat, bambu bertambah berat dan menari dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Atraksi bambu gila baru akan berakhir dengan jatuh pingsannya para pemain di arena pertunjukan.
Kekuatan mistis bambu gila juga tidak akan hilang begitu saja sebelum diberi makan api melalui kertas yang dibakar oleh sang pawang.
Itulah permainan tradisional masyarakat Maluku, dari kesederhaan permainan ini tersirat kandungan budaya yang sangat kental di dalamnya.***