KALPATARA.ID- Tumbilotohe adalah tradisi lebaran unik masyarakat Gorontalo yang menandakan berakhirnya ramadhan. Dengan memasang lampu di halaman rumah-rumah dan di jalan-jalan, terutama jalan menuju masjid.
Tumbilotohe dalam bahasa Gorontalo, terdiri dari kata tumbilo dan tohe. Tumbilo artinya memasang, dan tohe artinya lampu. Selain unik, tradisi ini awalnya menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti damar dan minyak kelapa.
Perayaan ini dilakukan pada malam ke-27 ramadhan sampai berakhirnya ramadhan. Pemasangan lampu dimulai sejak waktu magrib sampai menjelang subuh.
Semarak Tumbilotohe dimanfaatkan untuk berkumpul pada malam hari dengan orang tua dan anak-anak, bersilaturahmi kepada sanak saudara, keluarga dan sahabat.
Tak hanya warga Gorontalo, tetapi banyak juga masyarakat yang hadir dari luar kota Gorontalo demi menyaksikan kemeriahan tradisi ini.
Tanah lapang yang luas dan daerah persawahan dibuat berbagai formasi dari lentera membentuk gambar masjid, kitab suci Al-quran, dan kaligrafi yang sangat indah dan mempesona.
Tradisi ini semakin semarak dan juga menarik, saat masyarakat Gorontalo membunyikan meriam bambu atau atraksi bunggo dan festival bedug.
Sejarah Tumbilotohe
Dikutip dari laman Kementrian Agama RI Provinsi Gorontalo, tradisi ini sudah berlangsung sejak abad XV. Pada masa itu lampu penerangan masih terbuat dari wamuta atau seludang yang dihaluskan dan diruncingkan, kemudian dibakar. Alat penerangan ini di sebut wango-wango.
Pada tahun-tahun berikutnya, alat penerangan mulai menggunakan tohetutu atau damar yaitu semacam getah padat yang akan menyala cukup lama ketika dibakar.
Berkembang lagi dengan memakai lampu yang menggunakan sumbu dari kapas dan minyak kelapa, dengan menggunakan wadah seperti kima, sejenis kerang, dan pepaya yang dipotong dua, dan disebut padamala.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka bahan lampu buat penerangan di ganti minyak tanah hingga sekarang ini. Bahkan untuk lebih menyemarakkan tradisi ini sering ditambahkan dengan ribuan lampu listrik.
Sebagai kekayaan budaya Gorontalo, Tumbilotohe telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2014.
Makna dari Atribut yang Digunakan
Saat tradisi Tumbilotohe dilangsungkan, lampu-lampu digantung pada gapura atau gerbang pintu masuk atau Alikusu, yang memiliki makna sebagai tempat tinggal dengan lampu yang menyala sebagai penerangan agar tidak tersesat.
Alikusu ini dihiasi dengan janur kuning atau hiasan yang terbuat dari daun kelapa muda yang disebut dengan Lale-lale. Lale-lale akan menari-nari ketika ditiup angin, yang dimaknai sebagai tanda kehadiran malam seribu bulan atau malam Lailatul Qadar.