KALPATARA.ID– Hari Raya Galungan merupakan salah satu hari suci penting bagi masyarakat Hindu Bali. Menurut Penanggalan Bali, Hari Raya Galungan dilaksanakan secara berangkaian dan memiliki makna sakral di baliknya.
Rangkaian pelaksanaan Hari Raya Galungan diawali jauh sebelum datangnya wuku Dungulan, dimana momen Galungan dilaksanakan. Pada hari Tumpak Wariga pada 25 hari sebelum Galungan.
Peringatan Tumpak Wariga adalah hari yang didedikasikan untuk menghormati alam, khususnya tumbuh-tumbuhan. Saat inilah momentum sakral yang membuka koneksi antara manusia dengan tumbuhan.
Pembersihan Jagat dan Diri sebelum Memasuki Wuku Galungan
Selang satu wuku, rangkaian Galungan selanjutnya adalah Ritual Sugihan Jawa yang merupakan sebuah upaya untuk melakukan pembersihan alam semesta atau bhuana agung dalam istilah masyarakat Hindu Bali. Sugihan Jawa dilaksanakan pada Wrespati Wage atau Kamis Wage Wuku Sungsang.
Sehari sesudahnya dilanjutkan dengan Sugihan Bali, sebagai ritual pembersihan mikrokosmos atau bhuana alit, yaitu diri manusia baik secara niskala maupun sekala, untuk mencapai suci lahir batin.
Pengekangan Diri dengan Penuh Keteguhan
Setelah melakukan pembersihan, pada Redite Pahing atau Minggu Pahing, sebagai hari pertama Wuku Dungulan, masyarakat Hindu Bali melaksanakan Penyekeban yang merupakan momentum untuk melakukan disiplin diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh ajaran Hindu Bali.
Sehari sesudahanya, melaksanakan Penyajaan, yang bermakna meneguhkan diri untuk menyambut Galungan. Hal ini diperlukan agar segala pembersihan yang telah dilakukan tidak kemudian ternodai demi menyambut hari suci Galungan.
Penyambutan Hari Raya Galungan dengan Kegembiraan
Sehari menjelang Galungan, pada hari Anggara Wage atau Selasa Wage, masyarakat Hindu Bali menyiapkan Galungan dengan suka cita. Penjor-penjor dibuat dan dipasang sebagai bentuk syukur telah melampaui serangkaian ritual dan proses penyeimbangan antara diri dengan alam.
Hari Raya Galungan dirayakan dengan upacara dan kegembiraan bersama keluarga. Di hari ini, menurut ajaran Hindu Bali Galungan dimaknai sebagai kemenangan dharma melawan adharma.
Kata Galungan berasal dari Bahasa Jawa Kuno yang berarti bertarung. Sedangkan Dungulan, yaitu Wuku yang menaungi Hari Raya Galungan berarti kemenangan.
Makna rangkaian proses Galungan merupakan gambaran kemenjadian diri yang melakukan perjalanan dari banyak ragam perbuatan yang melenceng, berbekal kasih sayang pada alam semesta, melakukan pembersihan diri, mengekang hawa nafsu ilusi yang bisa menodai kemuliaan manusia, dan keteguhan diri, itulah kemenangan dharma.***