KALPATARA.ID- Karapan Sapi merupakan perlombaan tradisional pacuan sapi masyarakat Madura, Jawa Timur. Yang dilaksanakan setiap tahunnya, khususnya setelah menjelang musim panen habis.
Bagi sebagian besar masyarakat Madura, karapan sapi tidak hanya sebatas pesta rakyat biasa atau semata warisan turun-temurun.
Dan sebagai simbol kebanggaan yang mengangkat harkat dan martabat masyarakat Madura. Sebab, sapi yang digunakan untuk pertandingan merupakan sapi-sapi berkualitas sangat baik yang mendapat perlakuan istimewa dari pemiliknya.
Dalam gelaran Karapan Sapi, biasanya didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan. Dengan diiringi alat musik khas Madura, yaitu saronen.
Sebagai kebanggaan masyarakat Maduran, tradisi ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda Indonesia pada tahun 2010.
Awal Mula Tradisi Karapan
Awal mula tradisi ini dilatarbelakangi oleh tanah Madura yang kurang subur untuk lahan pertanian. Sebagai gantinya orang-orang Madura mengalihkan mata pencahariannya sebagai nelayan untuk daerah pesisir. Dan beternak sapi yang sekaligus digunakan untuk membajak sawah atau ladang.
Pada abad ke-17, seorang ulama Sumenep bernama Syeh Ahmad Baidawi (Pangeran Katandur) dalam proses penyebaran Islam di Madura. Beliau memperkenalkan cara bercocok tanam dengan menggunakan sepasang bambu yang dikenal dengan masyarakat Madura dengan sebutan nanggala atau salaga yang ditarik dengan dua ekor sapi.
Untuk memiliki sapi-sapi yang kuat, maka diadakanlah semacam pemilihan sapi-sapi terbaik melali karapan. Dari sinilah, muncul gagasan tradisi karapan sapi Madura.
Perbedaan Karapan Sapi Dulu Dan Sekarang
Karapan Sapi menjadi tradisi masyarakat pertanian Madura dalam mencari sapi-sapi kuat untuk membajak. Namun seiring dengan waktu, terjadi penyesuaian dan perbedaan dengan Karapan Sapi yang masih dilakukan masyarakat Madura saat ini.
Awalnya Karapan Sapi menggunakan ubo rampe atau semacam sesajen yang digunakan untuk ritual dengan iringan alat musik tradisional khas Madura. Saat ini, sesajen dan ritual dihilangkan, diganti dengan doa sebelum dimulainya karapan.
Untuk mendapatkan sapi yang kuat, tentunya dipilih dari sapi-sapi yang besar. Namun sekarang tradisi karapan menggunakan sapi-sapi berukuran kecil.
Dan sapi-sapi besar itu juga dihias dengan meriah. Seperti Kaleles (alat yang ditumpangi oleh joki pacu) dengan ukiran kayu yang indah, bendera umbul-umbul, hingga payung. Kini tidak ada hiasan meriah, dan hanya menggunakan kaleles karapan yang minimalis saja.