Dalam laporan terbarunya, Greenpeace Indonesia menyatakan setidaknya terdapat 600 perusahan perkebunan kelapa sawit berada di dalam kawasan hutan, dan sekitar 90.200 hektare perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan konservasi.
Kendati pada tahun 2011, Pemerintah Indonesia di bawah Kementerian Pertanian telah memperkenalkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai persyaratan wajib bagi semua penanam dan pabrik kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia, namun masih saja tercatat perusahaan bersertifikasi ISPO secara total memiliki 252.000 Ha yang ditanam di dalam kawasan hutan.
Greenpeace Indonesia juga telah mengidentifikasi hampir 100 perusahaan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dimana masing-masing perusahaan memiliki lebih dari 100 Ha di dalam kawasan hutan, sementara terdapat delapan perusahaan yang masing-masingnya memiliki lebih dari 10.000 ha, juga di dalam kawasan hutan.
Padahal kedua mekanisme sertifikasi ini, baik ISPO maupun RSPO, jelas-jelas mensyaratkan ketaatan dan kepatuhan mutlak atas hukum yang berlaku untuk mencegah terjadinya peningkatan deforestasi akibat alih fungsi lahan seperti halnya konversi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Baca juga: 3,12 Juta Hektare Kebun Sawit Di Kawasan Hutan Indonesia Penyumbang Perubahan Iklim
Wajar jika kemudian Rainforest Action Network (RAN) bereaksi keras terhadap RSPO dan menganggapnya hanya sekedar alat yang digunakan sebagai greenwashing. Istilah greenwashing dimunculkan dengan memplesetkan istilah whitewashing.
Greenwashing adalah suatu bentuk marketing spin dimana green public relation dan green marketing digunakan dengan segala penuh tipu daya untuk meyakinkan publik bahwa produk, organisasi, tujuan maupun kebijakan yang dibuat seolah-olah ramah lingkungan.
Akibatnya, berdasarkan kajian KPK tahun 2018, kerugian negara akibat penebangan ilegal mencapai 35 triliun rupiah per tahun. Sementara di sisi lain, pemerintah hanya mampu memungut pajak sebesar Rp 21,87 triliun dari potensi pendapatan pajak di sektor sawit yang bisa mencapai Rp 40 triliun.
Bahkan kini melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pasal 110A dan Pasal 110B terkait sanksi admnistratif (ultimum remedium), pemerintah memberikan keringanan dengan dilakukannya pemutihan untuk ‘melegalisasi’ alih fungsi kawasan hutan yang telah terlanjur jadi lahan perkebunan sawit.
Editor: Mahendra Uttunggadewa