KALPATARA.ID-Maras Taun adalah salah satu tradisi masyarakat Belitung dalam menyambut pergantian tahun dengan prosesi adat yang sarat makna dan unik.
Dalam bahasa Belitung, maras berarti kegiatan membersihkan duri-duri kecil pada tanaman. Maksudnya ialah kegiatan membersihkan atau menyelesaikan semua masalah. Sedangkan “Taun” berarti tahun. Dapat disimpulkan bahwa, Maras Taun berarti pergantian tahun, dari tahun lama ke tahun baru. Ritual ini nantinya akan dipimpin oleh dukun (pemangku adat) bersama masyarakat.
Dalam tradisi ini, masyarakat Belitung akan meninggalkan tahun lalu dengan ucapan penuh rasa syukur dan juga permohonan agar di tahun depan banyak hal baik yang diperoleh.
Tradisi ini biasanya akan berberlangsung selama 3 sampai 7 hari. Biasanya dalam tradisi Maras Taun ini dibuka dan ditutup dengan kesenian tradisional khas Belitung.
Ada menu kuliner yang wajib dihadirkan dalam tradisi ini yaitu lepat. Kue ini terbuat dari beras merah atau beras ketan yang dibungkus oleh daun lais sejenis tanaman pandan kemudian dimasak dengan cara dikukus.
Dalam acara maras tahun kue lepat terdiri dari dua jenis, ada lepat yang berukuran besar dan berukuran kecil. Lepat yang berukuran besar akan dipotong kecil-kecil oleh sang pemimpin setempat.
Secara keseluruhan berat lepat berukuran besar ini mencapai 25-110 kg. Kemudian akan dibagikan kepada setiap orang yang menghadiri acara tersebut.
Asal Mula Maras Taun
Awal mulanya, masyarakat Belitung yang berada di bagian pedalaman daratan, hidup secara berkelompok mendiami wilayah pemukiman yang disebut dengan kubok dan parong.
Awal mulai Pembukaan kubok dan parong bermula dari masyarakat yang membuka hutan untuk berladang padi, padi inilah yang digunakan sebagai sumber makanan utama Masyarakat Belitung.
Penghuni kubok merupakan sebuah perkampungan kecil yang awal mulanya berasal dari sebuah kelompok kecil dari sebuah keluarga, yang kemudian berkembang menjadi beberapa keluarga.
Kubok dipimpin oleh seseorang yang lebih dituakan dalam perkampungan, yang disebut dengan “kepala kubok“, yang tugasnya menjadi “dukun” yang akan melindungi warganya.
Sedangkan penghuni parong merupakan sebuah kelompok keluarga yang berasal lebih dari 1 atau beberapa keluarga dengan jumlahnya yang banyak.
Sehingga, pada akhirnya terbentuklah sebuah perkampungan. “kubok” dan “parong” dipimpin oleh seorang ketua adat yang dituakan. Yang disebut kepala kubok dan kepala parong.
Seiring berjalannya waktu, “kubok” dan “parong” bertambah populasinya dan berkembang menjadi sebuah perkampungan. Dengan adanya perkampungan ini, maka dukun tersebut tetap menjalankan tugasnya sebagi dukun sekaligus merangkap tugasnya sebagai kepala kampung.
Sekarang, dalam masyarakat Belitung dikenal adanya “dukun kampong“. Pola ini menjadi tradisi hingga sekarang, bahwa di setiap kampung harus terdapat seorang dukun kampung di samping adanya kepala desa atau lurah sebagai pimpinan administratifnya.
Sebagai ungkapan rasa syukur atas panen padi inilah kemudian diadakan kegiatan ritual Maras Taun pada setiap tahunnya. Dalam tradisi ini, akan diadakannya pemotongan lepat besar. Lama kelamaan tradisi ini disebut dengan Maras Taun.