KALPATARA.ID– Keelokan pantun Minang diselipi sampiran yang bercerita tentang alam maupun peristiwa merupakan satu turunan dari filsafat Minangkabau yang bijak.
Alam Takambang Jadi Guru adalah filsafat Minangkabau yang mendasari gerak kehidupan manusia-manusia Minangkabau.
Filsafat ini mengajarkan keluasan alam semesta sebagai bahan ajar yang tiada habis. Alam dipandang sebagai ruang besar yang menyimpan beragam keilmuan. Belajar dari alam berarti juga sekaligus dari menghayati praktiknya.
Tak heran jika manusia-manusia Minangkabau memiliki kekhasan sebagai perantau yang menjelajahi tempat-tempat jauh untuk kehidupannya. Bagi manusia Minang, semua yang ada di alam adalah guru untuk mencapai kehidupan yang berkualitas.
Hasil penelitian Dr. Mochtar Naim (1984) dalam disertasinya yang
berjudul “Merantau: Minangkabau Voluntary Migration”, menyatakan bahwa
sampai sekarang adat Minangkabau tidak menjadi penghalang bagi kemajuan pendidikan, malah sebalikya. Sebenarnya sebagian konsep dari merantau itu sendiri adalah mencari ilmu dan pengalaman untuk mempersiapkan diri untuk dapat hidup berguna di kampung nanti sesudah kembali dari rantau.
Pada masa era kolonial, sebagai bagian dari politik etis Belanda yang membuka sekolah-sekolah, diikuti pula dengan semangat manusia-manusia Minangkabau.
Dicuplik dari laman Duta Damai Sumatera Barat, menyebutkan, pada periode 1900–1914, ada sekitar 18% lulusan STOVIA merupakan orang-orang Minang.
Alam yang terkembang luas juga merupakan pedoman hidup bagi manusia-manusia Minang. Bagi mereka, di dalam alam yang luas juga terdapat alam Minangkabau yang berarti tanah leluhur dengan seperangkat budayanya yang menjadi pedoman dimanapun berada dan tempat kembali pulang.
Alam Takambang Jadi Guru dikategorikan sebagai filsafat pendidikan yang dikembangkan secara tradisi oleh kehidupan berkebudayaan Suku Minang. Berpedoman pada sifat-sifat alam, hakikat relasi antara pendidik dan yang dididik menjadi hubungan yang setara dan terus berkembang.
Alam tidak pernah berhenti bergerak, karena itu relasi yang dihasilkan dalam manifestasi filsafat ini senantiasa dinamis. Di dalam relasi ini terjadi pula gerak untuk saling mempertahankan keberadaan masing-masing. Menghormati alam selayak menghormati guru yang memberi tanpa pamrih.
Di dalam filsafat Alam Takambang Jadi Guru, manusia-manusia Minang bergerak dengan ketentuan alam dalam artian yang serba luas. Tidak hanya alam secara fisik, namun juga segala perkembangan zaman yang terus bergerak.
Di era sekarang, ketika teknologi sudah menjadi kiblat zaman, maka filsafat pendidikan Alam Takambang Jadi Guru masih sangat relevan untuk dimanifestasikan. Segala gerak zaman adalah guru alam yang mendorong kemajuan para muridnya.
Tak ada kelirunya untuk membalut diri dalam pengetahuan teknologi selama “alam kemanusiaan” tetap terjaga utuh. Di dalam teks Alam Takambang, mengandung konteks alam raya dengan keluasan gerak. Belajar dari alam adalah menyelaraskan sifat-sifat alam yang patuh pada hukum-hukum kesemestaan. Di saat yang sama, takambang, mengembang dalam ekspansi gerak zaman yang menjadi keniscayaan.
Dari filsafat pendidikan Alam Takambang Jadi Guru yang dilahirkan dari kebudayaan Minangkabau menuntun manusia-manusia pembelajar untuk menghormati alam, menghormati sesama manusia, dalam perjalanannya mencapai rahmatan lil alamin.***