KALPATARA.ID- Balla To Kajang merupakan salah satu rumah masyarakat adat suku Kajang yang ramah lingkungan, khususnya yang berada di kawasan Kajang, Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Disebut sebagai rumah yang ramah lingkungan, karena konstruksi Balla To Kajang ini lebih banyak menggunakan bahan-bahan alami seperti: daun nipah, alang-alang, ijuk, rotan dan bambu.
Daun nipah dan alang-alang sebagai atap, ijuk dan rotan sebagai pengikat dan bambu sebagai lantai dan dinding.
Di kawasan Kajang, pola perkampungan tampak berkelompok dan menghadap ke arah barat yaitu menghadap Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang.
Kelompok-kelompok rumah tersebut berdasarkan pada sistem kekerabatan terdekat (keluarga inti atau batih). Pengelompokkan rumah dibatasi pagar hidup (benteng tinanang) atau pagar batu (benteng batu), yang di dalamnya terdiri atas tiga rumah batu atau lebih.
Salah satu dari ketiga rumah tersebut (biasanya yang paling depan sebelah kanan) dijadikan rumah keluarga. Rumah lainnya dijadikan tempat tinggal sementara atau mukim alternatif, ketika ada tamu bertandang ke rumah orang tua mereka
Rumah Kajang, Mikrokosmos Hutan Adat
Sebagai mikrokosmos hutan adat, rumah masyarakat adat Kajang umumnya tidak terlalu banyak menggunakan kayu. Penggunaan kayu balok (padongko dan lilikang) tersebut merupakan simbolisasi dari tangkai-tangkai kayu pada sebatang pohon, yang diasosiasikan dengan tiang-tiang rumah.
Tiang-tiang rumah pada Balla To Kajang ditanam ke dalam tanah, sekitar setengah depa (sihalirappa) atau paling dangkal satu siku (sisingkulu), hal dilakukan untuk menjaga pergeseran rumah.
Untuk membangun sebuah Balla To Kajang, hanya diperlukan tiga balok pasak atau sulur bawah (padongko), yang melintang dari sisi kiri ke sisi kanan rumah. Sementara untuk mengikat kesatuan tiang dalam satu jejeran (latta’) pada bagian atas rumah diletakkan balok besar yang melintang dari sisi kiri ke kanan.
Simbolisasi Pada Balla To Kajang
Rumah-rumah di kawasan adat Kajang umumnya memiliki aksesoris seperti anjungan (anjoang) berbentuk tanduk kerbau atau menggunakan ukiran kayu. Anjong tersebut merupakan simbol atau representatif dari dunia atas.
Anjong-anjong tersebut umumnya berbentuk naga,yang menurut kosmologi beberapa suku dan masyarakat adat kajang, sebagai binatang raksasa penjaga langit.
Sementara untuk bubungan rumah (timba laja) bagi masyarakat Kajang tidak menyimbolkan apa-apa.
Khusus untuk rumah Dewan Adat Kajang diberi tanda khusus sebagai penanda: Ammatowa ri Kajang (satu orang), karaeng Tallua (tiga orang), ada’ limiyya ri Tanah loheya dan Tanah kekeya (adat lima di Tanah keke dan Tanah lohe).
Balla To Kajang termasuk kedalam Domain Kemahiran dan Kerajinan Tradisional. Dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda melalui Surat Penetapan Nomor 260/M/2017 pada tanggal 29 September 2017.***