KALPATARA.ID– Wuku atau Pawukon merupakan sebuah perhitungan waktu yang sangat istimewa. Jika disejajarkan dengan penanggalan budaya perhitungan konsep waktu lainnya, hanya di Indonesia yang memiliki konsep Wuku atau Pawukon.
Saat ini, wuku digunakan di Penanggalan Jawa dan menjadi hal yang sangat diperhitungkan di Penanggalan Bali. Berbagai kegiatan keagamaan dan sosial di Bali menggunakan patokan waktu berlandaskan Wuku.
Tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu kegiatan, Wuku juga merupakan horoskop tradisional yang memiliki pengaruh pada kelahiran seseorang. Mereka yang lahir dengan dinaungi waktu Wuku tertentu, memiliki karakter dan proyeksi nasib yang telah dapat diperkirakan.
Dari laman Direktorat Kebudayaan RI, dapat dikutip sebuah sumber yang menjelaskan hubungan antara wuku dengan perbintangan. Disarikan dari laman tersebut, berdasarkan Pustaka Raja Parwa, dasar penentuan Pawukon merujuk pada “Bintang Banyak Angrem” (Scorpio) yang disimbolkan Angsa, dan “Bintang Wedus Pedro” (Aries) yang disimbolkan Domba.
Penyebutan dua konstelasi di dalam konteks Pawukon jika dihubungkan dengan khazanah konstelasi dunia, menjadi penanda penting dalam konsep waktu perubahan musim. Pada tahun 2000 SM, diketahui bahwa posisi equinox (matahari tepat di atas matahari) terjadi saat matahari di konstelasi antara Aries dan Taurus (Maret) dan di konstelasi antara Libra dan Scorpio (September).
Belum diketahui secara lebih pasti dan terbukti apakah penciptaan Pawukon terjadi di era tersebut dan merupakan penanda perubahan musim, seperti yang mengiringi terjadinya equinox.
Dalam satu siklus Penanggalan Pawukon terdiri dari 210 hari. Pada tulisan ini membahas Pawukon dengan perhitungan Jawa, sebagai berikut:
1. Satu siklus Pawukon terdiri dari 30 Wuku:
- Sinta
- Landep
- Wukir (Jawa)/Ukir (Bali)
- Kurantil
- Tolu
- Gumbreg
- Warigalit (Jawa)/Waruga (Bali)
- Wariagung (Jawa)/Warigadean (Bali)
- Julungwangi
- Sungsang
- Galungan (Jawa)/Dungulan (Bali)
- Kuningan
- Langkir
- Mondisio (Jawa)/Medangsia (Bali)
- Julung Pujut (Jawa)/Pujut (Bali)
- Pahang
- Kuruwelut (Jawa)/Krulut (Bali)
- Marakeh (Jawa)/Merakih (Bali)
- Tambir
- Medangkungan
- Maktal (Jawa)/Natal (Bali)
- Wuye (Jawa)/Uye (Bali)
- Menail
- Prangbakat
- Bala
- Wugu (Jawa)/Ugu (Bali)
- Wayang
- Klawu
- Dukut
- Watugunung
2. Setiap Wuku terdiri dari 7 hari
Satu wuku terdiri dari 7 hari dan selalu dimulai setiap hari Minggu, berakhir pada hari Sabtu. Secara mudah kita bisa meletakkan Wuku seperti Week (atau 1 minggu dalam bahasa Indonesia).
Maka, jika dijumlahkan, 7 hari x 30 Wuku. Maka satu siklus Pawukon terdiri dari 210 hari.
3. Wuku tidak mengandung angka
Meskipun merupakan satu siklus tersendiri, namun Wuku tidak mengandung angka. Dari ketigapuluh Wuku, tidak disebutkan sebagai angka 1 sampai 30, tetapi memiliki nama masing-masing. Asal usul nama Wuku memiliki beberapa versi kisah.
Salah satu versi kisahnya tentang Prabu Watugunung yang tertera di dalam Lontar Medang Kamulan, saat ini tersimpan di Bali. Versi yang lain terdapat di Pustaka Raja Purwa karya Ranggawarsita.
Demikian pula dari siklus ke siklus, Penanggalan Pawukon bukan seperti penanggalan yang memiliki angka yang menunjukkan jumlah siklus atau tahun. Penanggalan Pawukon terus bergulir.