KALPATARA.ID- Tradisi Ngejot adalah tradisi antar umat beragama di Bali untuk memperingati dan menghormati hari-hari penting keagamaan. Yaitu dengan memberi makanan, jajanan atau buah-buahan kepada umat beragama yang merayakan.
Tradisi Ngejot ini dilakukan oleh umat Hindu dan umat Islam di Bali. Bagi umat Hindu menerapkannya saat perayaan Galungan, Nyepi dan Kuningan. Sementara bagi umat Islam melakukan tradisi ini saat menjelang lebaran Idul Fitri.
Dalam bahasa Bali, kata Ngejot memiliki arti “memberi.” Jenis pemberiannya bisa berupa makanan, jajanan, atau buah-buahan
Tradisi ini juga merupakan perwujudan dari toleransi, kesetaraan dan kerjasama antar umat beragama di Bali.
Sejarah Tradisi Ngejot
Tradisi Ngejot dipercaya telah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Awalnya, wilayah desa Angantiga, daerah tradisi ini berasal, dikuasai kerajaan Hindu. Beberapa waktu kemudian, masyarakat pendatang yang beragama Islam dari Bugis datang dan tinggal di daerah tersebut.
Kala itu mereka disambut baik oleh para pemimpin di kerajaan Bali, yaitu dengan diberi tempat tinggal, tanah pertanian, dan juga tempat untuk mendirikan masjid.
Peran para raja Bali tersebut semakin mengokohkan eksistensi kehadiran Islam di Bali. Sekaligus menjadikan masyarakat Hindu di Bali terbuka serta bersahabat terhadap muslim. Hubungan dekat ini di Bali disebut sebagai nyama selam yang artinya saudara Islam.
Untuk saling menjaga kerukunan antara pengikut kedua agama tersebut, masyarakat berusaha membangun toleransi dengan saling membantu dan berbagi makanan ketika hari raya keagamaan mereka masing-masing.
Tradisi inilah yang sampai sekarang masih dilestarikan dan diistilahkan dengan Ngejot.
Ngejot Bukan Sekadar Memberi
Tradisi Ngejot dilakukan jika seseorang baru mendapatkan pekerjaan atau mereka memiliki lauk cukup banyak. Tradisi ini menjadi bagian dari berbagi kebahagiaan kepada tetangga.
Dan tradisi ini ternyata tidak hanya dilakukan pada saat menjelang hari besar keagamaan, namun juga bisa dilakukan setiap hari.
Tradisi Ngejot juga bukanlah sekadar memberi dan pertukaran makanan, melainkan sudah tentang keakraban. Hal tersebut juga menunjukkan saling percaya bahwa dalam makanan yang ditukar tersebut tidak akan mencelakai. Dalam kepercayaan di Bali, keakraban itu bisa ditunjukkan dengan makanan.