KALPATARA.ID- Pacu Jalur adalah perlombaan olahraga tradisional dayung perahu atau sampan khas Rantau Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Pacu Jalur ini diadakan setiap tahun di sungai Batang Kuantan. Menjadi rangkaian acara Festival Pacu Jalur, yang menjadi perhelatan terbesar bagi masyarakat setempat. Dan bisa dikatakan sebagai pesta rakyat.
Selain perlombaan, terdapat rangkaian kegiatan, di antaranya Pekan Raya, pertunjukan sanggar tari, pementasan lagu daerah, Randai Kuantan Singingi dan pementasan kesenian tradisional lainnya dari kabupaten atau kota di Riau.
Dalam bahasa Kuangsing, Pacu Jalur, terdiri dari kata Pacu yang berarti lomba, sedangkan Jalur artinya sampan atau perahu besar atau panjang. Jalur ini terbuat dari kayu bulat tanpa sambungan. Kapasitasnya 40-60 anak pacu atau pendayung.
Awalnya, Pacu Jalur diselenggarakan di kampung-kampung sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam. Namun, seiring perkembangan zaman, akhirnya perlombaan tradisional ini diadakan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Biasanya pada momen tersebut, Kota Jalur (Kuansing-Riau) menjadi kota lautan manusia. Masyarakat di perantauan akan kembali hanya untuk menyaksikan acara ini.
Dalam perhelatan ini, jumlah jalur yang yang mengikuti perlombaan, bisa mencapai lebih dari 100.
Perlombaan tradisional ini menjadi agenda tetap Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara untuk berkunjung ke Riau, khususnya di Kabupaten Kuantan Singingi.
Pacu Jalur, Dari Alat Transportasi Tempo Dulu
Dikutip dari laman Diskominfo Kota Jalur – Kuansing, Pacu Jalur berawal abad ke-17, di mana jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.
Saat itu memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya jalur benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa.
Satu jalur biasanya dapat mengangkut sekitar 40-60 orang. Selain itu digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu.
Kemudian mulai bermunculan jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, gulang-gulang (tiang tengah) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).