Dunia kita hari ini tengah berjalan dalam arena teknologi yang terus bertranformasi. Pengembangan teknologi bergerak cepat, bertranformasi untuk menemukan cara-cara yang lebih efisien dan bahkan mungkin lebih instan dari proses sebelumnya.
Kita tidak bisa menghindari keniscayaan kemajuan teknologi, sementara kita juga masih dihadapkan pada problem kerusakan lingkungan yang justru hadir sebagai sisi lain dari percepatan. Di satu sisi transformasi digital, di sisi lain kembali memeluk alam dan lingkungan sekitar sebagai saudara paling dekat manusia. Apakah keduanya bisa dipertemukan?
Dorongan kembali berharmonisasi pada alam mau tidak mau hadir di hadapan kita hari ini karena fakta perubahan iklim akibat aktivitas manusia yang tidak memperhatikan keberlangsungan. Tak hanya secara personal, dunia bisnis sebagian besar mulai menjalankan tata kelola usaha yang ramah lingkungan.
Beberapa kritikus sosial dan lingkungan hidup mungkin menganggap kebijakan ramah lingkungan yang dilakukan oleh dunia korporat sebagai kebijakan yang bisa jadi sebagai green washing dan hanya sekedar “riasan di wajah yang masih penuh jerawat“, namun paling tidak, perbaikan kualitas lingkungan yang signifikan tidak akan mungkin terjadi tanpa partisipasi aktif semua pihak, termasuk dunia korporat.
Meskipun upaya-upaya yang dilakukan banyak perusahaan beberapa sekadar basa-basi terhadap permasalahan lingkungan hidup, upaya-upaya tersebut merupakan pengakuan atas keprihatinan masyarakat yang menunjukkan bagaimana perdebatan mengenai kebijakan ramah lingkungan telah berubah di ruang rapat perusahaan. Selain itu, kebijakan ramah lingkungan mempunyai manfaat ekonomi penting yang berasal dari efisiensi energi dan pengurangan biaya energi yang menguntungkan pelanggan korporat.
Era Awal Kesadaran Lingkungan Korporat
Transformasi pada kebijakan ramah lingkungan dari dunia korporat, mulai terlihat pada awal milenium kedua. Pada bulan Februari 2008, Jeffrey Immelt, CEO General Electric (GE), perusahaan terbesar di Amerika Serikat, mengejutkan para pengamat industri ketika ia mengatakan bahwa masa depan GE terletak pada kampanye untuk “mendefinisikan teknologi terdepan dalam energi yang lebih ramah lingkungan dan teknologi ramah lingkungan.” Di balik kata-kata ini terdapat rencana yang ia uraikan untuk melipatgandakan penelitian dan pengembangan teknologi yang lebih ramah lingkungan menjadi $1,5 miliar dan melipatgandakan penjualan produk ramah lingkungan menjadi $20 miliar per tahun pada tahun 2010.
General Motors berinvestasi besar-besaran dalam produksi SUV dan truk kecil yang hemat energi, sementara rivalnya, Toyota, meramalkan bahwa masa depan terletak pada mobil dengan penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit dan emisi yang lebih rendah. Ketika harga bensin mulai naik ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat, sesuatu yang dapat diprediksi berdasarkan tren pasokan dan permintaan energi, konsumen menjadi semakin praktis secara ekonomi untuk membeli kendaraan hemat bahan bakar.
Dunia perbankan, termasuk Citigroup, Bank of America, HSBC, dan J. P. Morgan Chase, antara lain—telah menetapkan standar lingkungan hidup yang disebut sebagai “Equator Principal,” yang mensyaratkan lembaga-lembaga yang berpartisipasi sepakat untuk tidak memberikan pinjaman jangka waktu tertentu pada proyek tanpa kajian lingkungan hidup terperinci yang menguraikan kontribusinya terhadap pembangunan berkelanjutan
Tahun-tahun berikutnya, hingga dua puluh tahun setelahnya, gerakan green corporate ini diikuti oleh banyak perusahaan secara global. Terlebih ketika perusahaan tersebut beroperasi di wilayah negara yang telah meratifikasi Paris Agreement, sebagai upaya untuk mempertahankan kenaikan suhu Bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celcius dan berbagai protokol lain yang menekankan pentingnya ruang bisnis memperhatikan lingkungan.
DuPont dinominasikan sebagai salah satu dari Top 50 Green Corporate karena berhasil mengalahkan perusahaan-perusahaan kimia raksasa lainnya dengan mendukung penghentian penggunaan CFC yang merusak ozon berdasarkan Protokol Montreal.
Dan untuk melakukan hal itu semua, gerakan ramah lingkungan oleh perusahaan membutuhkan aplikasi teknologi. Tanpa teknologi digital, sulit bagi perusahaan untuk mengurangi jejak polusi atau mengelola limbah. Tanpa pemahaman penuh mengenai keberlanjutan, energi yang diambil oleh komputer akan memunculkan waste.
Persandingan yang Melahirkan Inovasi di Bidang Lingkungan
Menggabungkan kecanggihan digital dan praktik berkelanjutan harus menjadi pemikiran strategis bagi setiap bisnis — sebagai cara untuk membedakan dirinya dan mendapatkan kelangsungan jangka panjang di antara pelanggan, regulator, dan komunitas di mana bisnis beroperasi.
Kita bisa melihat sekarang ini, persandingan antara transformasi digital dengan kesadaran lingkungan melahirkan inovasi-inovasi yang memukau. Dalam konteks ini, pandangan-pandangan tradisional pun diajak serta untuk ikut melangkah di jalur transformasi digital.
Jiaqi Xu dalam tulisannya di Jurnal Frontier mengungkapkan digitalisasi akan mendukung kelahiran-kelahiran inovasi dalam energi yang diperkirakan menjadi lebih berkelanjutan, yang akan membantu penyaluran listrik ke lokasi yang lebih terpencil dan meningkatkan cara terbaik untuk memanfaatkannya.
Misalnya, penelitian terbaru Irtyshcheva (2021), Aleksandrova dkk. (2022), dan Hosan dkk. (2022) secara empiris menegaskan bahwa digitalisasi secara substansial menggantikan cara tradisional dalam ekonomi dan meningkatkan daya saing, meningkatkan produktivitas sektor industri, perdagangan, dan kegiatan ekonomi lainnya dengan menghemat sumber daya lebih sedikit dan produksi polusi yang lebih rendah, yang mengarah pada keberlanjutan.
Jika kita melihat kedua hal yang sepertinya saling berhadapan: mesin dengan alam, dan terus melihatnya seperti itu, pandangan kita akan tergilas atas pembuktian-pembuktian inovasi teknologi yang secara nyata ikut berperan pada keberlangsungan bumi. Namun, jika kita mengalihkan pandangan untuk mempersandingkan keduanya, bukan sebagai seteru tetapi teknologi diletakkan pada tempatnya untuk membantu manusia menyelesaikan persoalan yang disebabkan oleh dirinya sendiri, kita mungkin akan bisa terus berada di arus zaman.
Teknologi digital dijaga dan ditempatkan menjadi bagian dari ekosistem yang mendukung keberlanjutan. Di titik ini, kita tetap menggunakan kemerdekaan intelegensia kita, tanpa melupakan dimana dan siapa diri kita, sebagai perawat alam.***