KALPATARA.ID- Pranata Mangsa merupakan sistem penanggalan yang dijadikan pedoman bagi masyarakat Jawa dalam menentukan aktivitas pertanian dan perikanan.
Dalam bahasa Jawa, Pranata Mangsa berarti ketentuan musim. Pranata Mangsa ini disusun berdasarkan pada peredaran matahari. Dimana penanggalan ini memiliki 1 siklus dalam setahun dengan periode 365 hari atau 366 hari.
Penanggalan yang berasal dari Jawa ini mencakup berbagai aspek dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan pertanian dan perikanan. Maupun persiapan diri menghadapi bencana yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Biasanya para petani menggunakan Pranata Mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Sementara bagi nelayan, dijadikan pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan.
Pranata Mangsa ini diperkenalkan pada masa Sunan Pakubuwana VII (Raja Surakarta) dan mulai diresmikan penggunaannya sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu.
Selain itu, Pranata Mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi prakiraan cuaca belum dikenal.
Pranata Mangsa Kasunanan
Pranata mangsa dalam versi Kasunanan yang berada di wilayah Gunung Merapi dan Gunung Lawu.
Sistem penanggalan dibagi menjadi empat musim (mangsa) utama, yaitu musim kemarau atau ketiga (88 hari), musim pancaroba menjelang hujan atau labuh (95 hari), musim hujan atau dalam bahasa Jawa disebut rendheng (95 hari), dan pancaroba akhir musim hujan atau mareng (86 hari).
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa) yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi.
Sebagai tuntunan, sistem ini berlaku di saat penanaman padi sawah hanya dimungkinkan sekali dalam setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo, dan kemudian lahan bera (tidak ditanam).