KALPATARA.ID- Sebagai negara yang berlokasi di cincin api, menjadikan Indonesia rawan bencana alam. Masyarakat adat memiliki sejumlah kearifan lokal mitigasi bencana sebagai pengetahuan tradisional yang diwariskan secara turun temurun.
Kekayaan pengetahuan masyarakat adat, juga termasuk warisan mereka dalam merespon bencana alam di lingkungan lokal mereka. Sejumlah kearifan lokal mitigasi bencana di Indonesia ini, telah menjadi kebiasaan dalam beradaptasi dengan lingkungan yang rawan bencana, sekaligus sebagai upaya pelestarian lingkungan dan menjaga keseimbangan alam.
Kondisi Indonesia yang rawan bencana ini, disebabkan letak geografis Indonesia berada di antara dua benua, sehingga dilalui oleh badai tropis alhasil Indonesia rentan terhadap bencana.
Selain itu, kearifan lokal sebagai pengetahuan tradisional ini juga menjadi dasar dalam melakukan tindakan mitigasi bencana oleh masyarakat lokal.
Kearifan lokal yang ada di Indonesia menjadi sebuah kekayaan yang harus dipertahankan di era modernisasi ini. Perpaduan antara modernisasi dan kearifan lokal mungkin akan menjadi langkah efektif untuk meminimalisir dampak bencana yang terjadi di Indonesia. Bukan menghilangkan salah satunya, melainkan memadukan dengan penuh kebijaksanaan.
Kalpatara merangkum sejumlah kearifan lokal mitigasi bencana di Indonesia, sebagai berikut:
Jipen
Jipen merupakan hukum adat khususnya di Kalimantan Tengah dalam upaya pencegahan terjadinya bencana kerusakan lingkungan. Dan juga dapat menindak persoalan lingkungan yang terjadi.
Sehingga kedudukan hukum adat ini sangat diperlukan sebagai kontrol sosial masyarakat. Di mana kearifan lokai ini dapat menjadi sebuah sistem yang mengatur struktur sosial di masyarakat. Yang menyelaraskan seluruh lapisan masyarakat dan menyeimbangkan antara hukum adat yang telah menjadi kearifan lokal dengan lingkungan masyarakat suku Dayak.
Jipen diberlakukan dan akan dikenakan kepada para pelaku atau pelanggar adanya kerusakan lingkungan dengan ketetapan hukum yang berlaku. Adapun bentuk pelanggarannya seperti membakar hutan dengan sengaja, proses penangkapan ikan dengan cara menuba (meracuni), menebang pepohonan berbuah seperti jenis pohon durian, manggis, dan lain-lain.
Jumlah besar denda Jipen yang harus dibayarkan sendiri tergantung pada jenis pelanggaran yang dibuat. Serta dipengaruhi oleh hasil musyawarah para mantir adat setempat yang umumnya musyawarah dipimpin oleh seorang Damang.
Pemberian denda Jipen ini menjadi langkah masyarakat adat dalam melindungi, pengelolaan lingkungan, serta pencegahaan terjadinya bencana alam, seperti banjir dan longsor.