KALPATARA.ID- Leuit atau lumbung padi merupakan wadah atau tempat untuk menyimpan padi hasil panen masyarakat. Cara menyimpan padi di leuit sampai dengan saat ini masih digunakan masyarakat Kaolotan dalam menjaga ketersediaan pangan, khususnya bagi masyarakat adat Kaolotan di Desa Wangunjaya pedalaman Kabupaten Lebak, Banten.
Leuit tersusun dari bilah-bilah bambu, yang diberi dinding gedek atau jalinan kulit batang bambu serta ditutup dengan atap rumbia. Umumnya, Leuit dibangun di area halaman belakang rumah penduduk.
Secara tradisional, leuit dibangun dari balok-balok kayu dan dilapisi oleh anyaman bambu, dengan kapasitas penyimpanan hingga tiga ton padi. Meskipun peran ekonomis leuit sudah berkurang karena modernisasi pertanian padi, namun leuit masih digunakan secara rutin oleh masyarakat Kaolotan sebagai mekanisme ketahanan pangan.
Ketersediaan Pangan Masyarakat Kaolotan
Desa Wangunjaya sendiri memiliki 174 unit leuit, dengan kapasitas tampung gabah mencapai 2 ton per bangunan. Sehingga, jumlah gabah kering yang mampu tersimpan di semua leuit itu bisa sebanyak 348 ton.
Umumnya, masyarakat adat Kaolotan berprofesi petani dengan total lahan garapan seluas 60 hektare. Selain itu, sejumlah warga juga berprofesi sebagai perajin gula nira dan pekebun kopi.
Dengan ketersediaan gabah yang dimiliki masyarakat di Desa Wangunjaya ini, dipastikan sebanyak 87 keluarga masyarakat adat Kaolotan di wilayah ini tak khawatir akan kesulitan mendapatkan pangan.
Meskipun dalam musim kemarau sekalipun, belum ada masyarakat Kaolotan yang sampai harus membeli beras. Bahkan, sejak zaman penjajahan kolonial Belanda, masyarakat Kaolotan belum pernah mengalami kerawanan pangan dan sampai kelaparan.
Kewajiban Masyarakat Kaolotan menyimpan gabah di Leuit
Dalam setiap panen yang dilakukan setahun sekali, maka masyarakat wajib menyimpan gabah di Leuit untuk cadangan pangan keluarga.
Kewajiban masyarakat ini diwariskan oleh para leluhur Kaolotan kepada keturunan mereka agar tidak menimbulkan kerawanan pangan maupun kelaparan ketika padi diserang penyakit yang mengakibatkan gagal panen.
Umumnya, setiap kepala keluarga rata-rata memiliki 1 – 3 leuit di mana setiap leuit mampu menampung sekitar 1000 pocong/ ikat padi kering atau sekitar 2,5 sampai 3 ton. Kapasitas tersebut juga tergantung dari kepemilikan huma dan sawah warga.
Perawatan Leuit Masyarakat Kaolotan
Perawatan leuit dilakukan secara rutin berupa penggantian atap Leuit dan pemberian sawen (penolak bala). Lantai leuit juga diberi parupuyan sebagai tempat untuk membakar kayu gaharu.
Perawatan leuit juga termasuk mengusir hama tikus yang biasanya masuk dan memakan padi ke dalam leuit. Yaitu dengan menggunakan gelebek, yaitu papan kayu bundar berdiameter 50 cm dipasang di atas empat tiang penyangga leuit. Dimana papan tersebut sangat berguna untuk menghalangi tikus agar tidak naik ke dalam leuit.
Keberadaan leuit di Desa Wangunjaya juga bermanfaat ketika terdampak bencana alam, konflik sosial dan perang, karena masih memiliki cadangan pangan untuk dikonsumsi keluarga.***