KALPATARA.ID-Dalam Lontar Purana Bali, sebagai manusia yang memahami baktinya kepada Tuhan, berkewajiban menjalankan Sad Krti yang diartikan sebagai enam laku mulia. Laku ini berkaitan dengan relasi intim antara manusia dengan alam.
Sad Krti merupakan perwujudan perilaku manusia yang mulia. Dalam bahasa Sanksekerta, Sad berarti kebenaran. Sedangkan Krti, juga dari bahasa Sanksekerta yang merujuk pada perbuatan atau pekerjaan atau kreasi. Maka, Sad Krti dapat diartikan sebagai perbuatan manusia yang berlandaskan kebenaran.
Kaitan dengan alam, Lontar Sang Hyang Kamahayanikan 64 menyebut Tri Para Artha: yaitu Asih, Punia dan Bhakti. Ketiganya memberi landasan memelihara kelestarian alam dengan asih, hidup dengan sesama manusia dengan punia (tulus ikhlas sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran dharma) dengan sikap bhakti (penyerahan diri kepada Tuhan).
Menurut I Ketut Wiana dalam tulisannya, “Sad Kertih´: Sastra Agama, Filosofi, dan Aktualisasinya” yang dimuat dalam Jurnal Bappeda Litbang, filosofi pembangunan Asih Punia sebagai bentuk Bhakti pada Tuhan inilah yang dalam Lontar Purana Bali menjadi Sad Krti.
Berikut adalah penjelasan tentang Sad Krti, enam laku memuliakan alam, yang berdasarkan tulisan I Ketut Wiana dan Kalpatara memberikan penguatan dengan aplikasinya berdasarkan kehidupan sehari-hari.
Atma Krti
Yang dimaksud Atma Krti adalah Ngertiang atau mengupayakan agar eksistensi kesucian Sang Hyang Atma yang menjadi jiwa manusia mampu menyinari semua.
Laku Atma Krti berarti mengupayakan senantiasa cahaya Tuhan yang terpancar ke semua penjuru dapat bertemu dengan atman (yang merupakan sesuatu yang transenden dalam diri manusia. Istilah atman berbeda dengan jiwa, dalam agama Hindu) dalam diri manusia.
Aplikasi dalam kehidupan sehari untuk laku ini adalah menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuh. Mengupayakan hanya bahan yang alami yang diserap tubuh, dengan demikian atman yang tetap bersih dan memiliki daya sambung yang jernih dengan asalnya, yaitu Tuhan.
Aplikasi lain laku ini adalah memilih gaya hidup yang berkelanjutan dengan mengikuti ekosistem alamiah alam, tidak eksploitatif terhadap alam. Dengan demikian, atman juga dapat terjaga kemurniaannya dari sifat-sifat buruk yang menghancurkan alam.
Samudera Krti
Penghormatan terhadap laut merupakan laku yang mulia. Kesadaran ini mulai luntur dalam diri banyak manusia. Laut harus menanggung banyak kerusakan akibat ulah manusia.
Fakta menyajikan, berkisar 12 juta metrik ton sampah plastik terbuang ke laut dunia setiap tahunnya; di laut Pasific telah terbentuk sekitar 1,8 triliun keping sampah, keluasannya sama dengan dua kali luas Texas (Great Pacific Garbage Patch); dan Indonesia dikabarkan menjadi salah satu penyumbang terbesar.
Fakta ekses gaya hidup manusia hari ini juga menyebabkan laut tercemar. Perkiraan jumlah serat mikro plastik di lautan mencapai 4 miliar per kilometer persegi.
Pada tahun 2021, lebih dari separuh landas kontinen di lepas pantai Pasifik Barat Laut mengalami kondisi rendah oksigen yang dikenal sebagai hipoksia. Sebagai perbandingan dari tahun-tahun sebelumnya, menunjukkan tren peningkatan hipoksia yang konsisten dari waktu ke waktu. Hipoksia pada dasarnya tidak ada, kemudian mulai terbentuk sebesar 2%, dari tahun 1950 hingga 1980, sekitar 24% dari tahun 2009 hingga 2018, dan 56% pada tahun 2021.
Salah satu dampak emisi rumah kaca adalah peningkatan pengasaman laut, yang mempersulit bivalvia seperti remis, kerang, dan tiram untuk membentuk cangkang. Sehingga menurunkan kemungkinan mereka untuk bertahan hidup dan berdampak pada gangguan rantai makanan.
Laut dunia semakin tercemar dan menuju pada kerusakan yang semakin parah. Maka, kesadaran yang berlandaskan Samudera Krti ini sepatutnya diingatkan kembali.