KALPATARA.ID– Kenaikan harga beras ternyata tidak hanya terjadi Indonesia. Meningkatnya harga beras global semakin membuka tabir hadirnya krisis pangan dunia. Kalpatara menelusuri situasi terakhir kenaikan harga beras dan kebijakan pemerintah di wilayah Asia.
FAO merilis laporan terakhir tentang kenaikan harga beras dunia. Dalam laporan tersebut disebutkan, harga beras naik 2,8% pada bulan Juli dari bulan sebelumnya dan 19,7% pada tahun ini, mencapai level tertinggi sejak September 2011.
Lonjakan harga beras dipicu oleh dampak El Nino dan diperburuk dengan keputusan India, eksportir beras terbesar di dunia, yang melarang ekspor hasil panennya di tengah meningkatnya permintaan beras sebagai alternatif pengganti gandum.
Setelah India, setiap negara berupaya mengamankan pasokan yang stabil, menyebabkan melonjaknya harga beras di pasar internasional. Myanmar mengikuti keputusan India dengan memberlakukan pemberhentian ekspor selama dua bulan.
India adalah negara pengekspor beras terbesar di dunia.. Pada tahun 2022, India melakukan transaksi 22,3 juta ton ke lebih dari 140 negara, menguasai 40% pangsa pasar beras global. Penghentian ekspor India diberlakukan karena meningkatnya dampak El Nino yang mempengaruhi musim hujan di India dan berdampak buruk pada produksi beras, serta blokade Rusia terhadap pengiriman biji-bijian ke Ukraina.
Keputusan ini membuat gejolak kekhawatiran penduduk Asia yang sebagian besar mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Negara-negara Asia tak pelak mendapatkan imbas atas fenomena El Nino dan keputusan India ini.
Indonesia sudah jelas mengalami kenaikan harga beras. Pantauan Kalpatara di pasar tradisional dan supermarket dijual antara 13.900 hingga 14.500 rupiah. Berita-berita tentang sawah yang kekeringan akibat El Nino juga berjejalan di media massa dari laporan para petani. Masyarakat sudah mulai gelisah dengan kenaikan harga-harga.
Ternyata situasi kepanikan tidak hanya terjadi di Indonesia, negara-negara di kawasan Asia juga sedang berjibaku mengatasi kenaikan harga beras. Mari kita melongok situasi terakhir dan kebijakan yang diambil oleh negara tetangga kita tentang situasi ini.
Thailand
Dengan ditututpnya pintu ekspor beras dari India, Thailand adalah negara semestinya kejatuhan pulung, karena permintaan beras beralih ke Thailand yang merupakan pengekspor beras kedua di Asia setelah India.
Dengan stok dari Thailand, bukan berarti harga beras melandai. Meski tidak ada pembatasan ekspor yang diberlakukan, harga beras di Thailand bahkan naik hampir 20% dibandingkan beberapa minggu lalu karena pasokan dalam negeri semakin ketat.
Situasi pertanian dalam negeri Thailand pun tidak mendukung negara gajah putih ini menjadi lumbung beras seluruh Asia. Jumlah lahan untuk penanaman padi di Thailand menurun 14,5 persen pada bulan Agustus dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Angka tersebut menurun setiap tahun sejak tahun 2020.
Di lain sektor, Thailand juga sedang berupaya untuk menghemat air yang sedianya untuk pertanian mengingat dampak kekeringan akibat El Nino.
Malaysia
Dikutip dari Malaymail, Importir tunggal Malaysia Padiberas Nasional Bhd menyampaikan harga beras putih impor di Malaysia mengalami peningkatan hingga 36% pada September lalu. Sementara, pemerintah menyatakan persediaan beras di Malaysia mencukupi hingga 5 bulan mendatang.
Malaysia adalah salah satu negara di Asia yang paling terkena dampak penghentian ekspor beras dari India.
Untuk menghindari terjadinya rush buying beras akibat ketakutan masyarakat, pemerintah Malaysia akan memberlakukan pembatasan pembelian beras untuk perseorangan maksimal 100 kilogram.
Saat ini, masyarakat Malaysia berbondong-bondong pindah ke beras lokal yang harganya lebih murah ketimbang beras impor.
Beras lokal Malaysia, yang menguasai 65 persen pasar, dikendalikan oleh harga dan dijual dengan harga RM2,60 (sekitar 8250 rupiah) per kg, sementara beras impor – yang sebagian besar berasal dari India, Thailand, Pakistan, dan Vietnam – kini harganya naik. menjadi RM4 per kilogram (sekitar 13,300 rupiah).
Filipina
Inflasi beras pada bulan September di Filipina mencapai 17,9%, merupakan titik tertinggi dalam 14 tahun terakhir. Untuk ini, pemerintah Filipina, yang juga masih berjuang dengan inflasi ekonomi, memberlakukan kebijakan pembatasan harga beras pada September lalu.
Dikutip dari Al-Jazeera, Presiden Ferdinand Marcos Jr mengatakan kenaikan harga eceran beras yang “mengkhawatirkan” berasal dari manipulasi harga ilegal, seperti penimbunan yang dilakukan oleh tengkulak dan kolusi antar kartel industri dalam menghadapi musim paceklik.
Pemerintah Filipina menggelontorkan subsidi untuk petani, termasuk subsidi benih. Dikutip dari Philstar Global, saat ini pemerintah tengah memantau aktivitas tanam petani yang sudah dimulai pada Oktober ini.
Untuk meringankan beban masyarakat, pada 25 September lalu, pemerintah Filipina melarang pemerintah daerah memungut biaya tol dan pungutan atas semua kendaraan yang mengangkut barang atau barang dagangan saat melewati jalan nasional dan jalan raya lain yang tidak dibangun atau didanai oleh pemerintah daerah.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh National Economic and Development Auth, pada tanggal 18 September 2023, Dewan Badan Pangan Nasional Filipina menetapkan harga beli baru palay (gabah), menaikkan harga beli palay kering dari PHP 19.00 menjadi PHP 23.00 dan harga beli palay basah dari PHP 16.00 menjadi PHP 19.00. Peningkatan ini bertujuan untuk memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani Filipina.
Sementara itu di Indonesia, secara umum, inflasi harga beras di Indonesia pada September 2023 dibandingkan bulan sebelumnya meningkat sebesar 5,61%.
Angka inflasi beras bulanan ini menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, atau sejak Februari 2018. Saat itu, BPS melaporkan inflasi harga beras bulanan mencapai 6,25%.
Presiden Jokowi awal minggu ini menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian terkait untuk membahas mengenai stabilisasi harga. Selain beras, Indonesia juga menghadapi kenaikan harga gula dan jagung.
Kementerian Pertanian, selepas pengunduran diri Syahrul Yasin Limpo baru-baru ini terkait pemeriksaan KPK dan digantikan oleh Plt Arief Prasetyo Adi, terus didesak untuk melakukan tindakan cepat dalam menangani krisis pangan dalam negeri.
Selain lagi-lagi menggenjot impor, Kementerian Pertanian juga tengah bersiap menyambut musim tanam yang akan dimulai pada November hingga Maret mendatang dengan berbagai program, antara lain memastikan ketersediaan pupuk, demi menggenjot produksi pangan.
Mengomentari situasi ini, Wulansary, Program Director Nusantara Code melalui Program Budaya untuk Kedaulatan Pangan yang mengedepankan tradisi pertanian sebagai warisan budaya dan inovasi pengolahan pangan yang ramah lingkungan melalui praktik-praktik agroekologi menyatakan, “Situasi ini adalah momentum untuk kita saling sadar, bahwa problem pangan adalah fundamental dan layak diperjuangkan bersama.”
Persoalan pangan dunia hari ini tidak bisa dilepaskan dari perubahan iklim yang juga melanda seluruh dunia. “Kami berharap, pemerintah serius memikirkan langkah-langkah yang cepat, bijak dan dapat diaplikasikan sesegera mungkin,” pungkas Wulansary.***