KALPATARA.ID- Tari Caci adalah sejenis tarian perang yang khas dari masyarakat Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini dimainkan oleh dua penari laki-laki yang menari dan saling bertarung dengan menggunakan cambuk dan perisai sebagai senjatanya.
Tari Caci merupakan salah satu tarian sakral. Dahulu, tarian ini digunakan untuk mencari pembuktian siapa yang benar dan siapa yang salah.
Dalam perkembangannya kini, tarian ini dipentaskan dalam pesta rakyat pergantian tahun (penti), membuka lahan garapan dan syukuran musim panen (hang woja).
Caci selalu dimainkan oleh kelompok tuan rumah (ata one) dan kelompok pendatang dari desa lain (ata pe’ang atau disebut meka landang yang berarti tamu penantang).
Dalam Caci, tidak boleh menyerang bagian tubuh dari pinggang ke bawah. Para pemain hanya diperbolehkan menyerang bagian tubuh dari pinggang ke atas. Bila pukulan lawan tidak dapat ditangkis, maka pemain akan terkena pecutan dan mendapatkan luka cambukan. Dan jika mata terkena cambukan maka pemain dinyatakan kalah (beke), dan kedua pemain langsung segera diganti.
Tarian Danding atau tandak Manggarai ditarikan sebagai pembuka pertunjukan Caci. Penari Caci tidak hanya menari namun juga melecutkan cambuk ke lawan sembari berpantun dan bernyanyi. Lokasi pertandingan Caci biasanya di halaman rumah adat.
Arti dan Makna Tari Caci
Dalam bahasa Flores, kata Caci berasal dari kata Ca artinya satu dan Ci artinya ujian. Jadi secara harafiah caci berarti suatu ujian satu-persatu.
Dengan demikian dapat disusun satu definisi, yakni suatu arena pementasan tarian perang yang akrobatik, mengunakan cemeti (larik halus) dan perisai (nggiling) sebagai ekspresi estetika para pemainnya.
Kata Caci dalam pengertian akronim dari ca gici ca. Ci berarti memberi kesempatan kepada seseorang untuk menerima sesuatu dengan terpaksa dengan sikap tanpa ikhlas dan dengan maksud untuk menguji apakah pihak penerima mempunyai kemampuan untuk menerima cambukan atau tidak.
Gici ca berarti satu persatu. Dari ketiga kata itulah muncul kata caci yang sekarang dipergunakan oleh orang Manggarai.
Sebagaimana fungsinya, tarian ini merupakan ajang bagi para laki-laki Manggarai dalam membuktikan kejantanan mereka. Baik dalam segi keberanian maupun ketangkasan.
Walaupun mengandung unsur kekerasan didalamnya, kesenian ini memiliki pesan damai di dalamnya seperti semangat sportivitas, saling menghormati, dan diselesaikan tanpa dendam diantara mereka.
Hironimus Jampi dalam penelitiannya berjudul Nilai-nilai Kesesnian Budaya Tarian Caci pada Masyarakat Manggarai Desa Kazu Wangi, Kabupaten Manggarai Timur menggambarkan Tarian Caci terlihat begitu heroik dan indah karena merupakan kombinasi antara Lomes (keindahan gerak tubuh dan busana yang dipakai), Bokak (keindahan seni vokal saat bernyanyi, dan Lime (ketangkasan dalam mencambuk atau menangkis cambukan lawan).