KALPATARA.ID-Tanpa alam, kita bukanlah apa-apa. Konservasi adalah kata kunci untuk mempertahankan hubungan timbal balik antara manusia dengan alam di dalam rumah Keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati berhadapan dengan era Anthropocene, dimana manusia menjadi satu spesies yang menguasai bumi. Faktanya, manusia menghancurkan lingkungan dan makhluk hidup yang menghuni planet kita dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya – dan ini merupakan risiko bagi kita sendiri.
Sudah terjadi meningkatnya ancaman penyakit hingga terganggunya rantai makanan global, hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia mengancam fondasi masa depan kita dan kesejahteraan semua orang, di mana pun.
Seluruh permukaan bumi merupakan serangkaian ekosistem yang terhubung, mulai dari lautan, lahan gambut, hingga gurun. Seringkali, ekosistem yang berjauhan saling bergantung satu sama lain dengan cara yang tidak terduga.
Selama ribuan tahun, manusia hidup berdampingan dengan ekosistem. Seiring dengan bertambahnya populasi manusia, kita mulai merambah, dan dalam beberapa kasus mengambil alih, ekosistem. Hal ini menyebabkan keanekaragaman hayati yang kaya dan keseimbangan yang lemah terganggu. Pada gilirannya, membatasi kemampuan mereka untuk hidup berdampingan.
Efek Domino Kepunahan Keanekaragaman Hayati
Dengan hilangnya satu spesies saja akibat perubahan iklim, polusi, hilangnya habitat, atau beberapa faktor alam atau buatan manusia lainnya, maka dapat terjadi efek domino yang berdampak besar pada keseluruhan ekosistem.
Gangguan dalam ekosistem hewan dapat berdampak pada manusia. Penyakit zoonosis adalah penyakit menular pada manusia yang berasal dari penularan patogen melalui hewan non-manusia. Patogen ini (virus, bakteri, parasit, prion, dll.) tertular melalui berbagai cara. Contohnya adalah kontak langsung, kontak tidak langsung (dari lingkungan), konsumsi makanan, air minum, serta serangga dan kutu.
Proses penularannya sendiri disebut “limpahan zoonosis”. Faktanya, sekitar 60-75% penyakit menular pada manusia berasal dari penyebaran zoonosis. Penyakit-penyakit tersebut antara lain cacar monyet, Covid-19, AIDS, Ebola, penyakit Lyme, demam berdarah, dan Zika.
Dampak lain yang bisa membesar adalah terjadinya konflik. Sebuah apenelitian yang berfokus pada kasus di Ethiopia mengidentifikasi hilangnya keanekaragaman hayati sebagai penyebab meningkatnya konflik antar spesies, antara manusia dan satwa liar. Sumber tegangan utama adalah ekspansi pertanian, pemukiman manusia, penggembalaan ternak yang berlebihan, penggundulan hutan, dan perburuan liar.
The World Biodiversity Day: Pengingat Tingkah Manusia
Melihat fakta yang semakin nyata keanekaragaman hayati adalah aset global yang sangat berharga bagi generasi mendatang, namun jumlah spesies telah berkurang secara signifikan akibat aktivitas manusia tertentu. Mengingat pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat mengenai masalah ini, PBB memutuskan untuk merayakan The World Biodiversity Day setiap tahunnya.
Tahun ini, tema Hari Keanekaragaman Hayati Internasional adalah “Be part of the Plan”. Ini merupakan seruan bertindak untuk mendorong pemerintah, masyarakat adat dan komunitas lokal, organisasi non-pemerintah, pembuat undang-undang, dunia usaha, dan individu untuk mendukung implementasi Rencana Keanekaragaman Hayati. Setiap orang mempunyai peran untuk dimainkan dan oleh karena itu dapat menjadi #PartOfThePlan.
Peringaan tahun ini diharapkan dapat mengangkat momentum menjelang pertemuan keenam belas Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati (COP 16), yang akan diselenggarakan di Kolombia pada tanggal 21 Oktober hingga 1 November 2024.***