KALPATARA.ID- Ulap Doyo adalah seni tenun ikat masyarakat Dayak Benuaq di Kalimantan Timur. Dibuat dari berbahan serat daun tanaman doyo (curliglia latifolia), dan tentunya menjadi tenun yang ramah lingkungan.
Dalam bahasa setempat Ulap Doyo berarti daun Doyo. Daun ini berasal dari tanaman sejenis pandan yang berserat kuat dan tumbuh secara liar di pedalaman Kalimantan. Salah satunya di wilayah Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat.
Tanaman Doyo mempunya serat daun yang kuat yang dapat dijadikan benang dan ditenun menjadi kain oleh suku Dayak Benuaq. Kain ini punya motif yang berbeda yaitu motif Dayak dengan motif Flora dan Fauna.
Pada tahun 2013, Ulap Doyo ditetapkan menjadi Warisan Busana Takbenda Indonesia.
Asal usul Ulap Doyo
Menurut Dr. Herning Indriastuti dalam bukunya Ulap Doyo: Produk Regiosentris Kalimantan Timur. Disebutkan bahwa dalam pitutur, penduduk suku Dayak Benuaq bermigrasi ke Kalimantan Selatan dan membawa tanaman Doyo tersebut, ternyata tanaman tersebut tidak bisa tumbuh.
Akhirnya penduduk suku Dayak Benuaq kembali dan menanam di daerah asal mula tanaman Doyo berasal, dan membudidayakan sebagai tanaman yang digunakan untuk membuat sebuah kain dan hanya ditemui di kedua daerah tersebut.
Tenun Ulap Doyo sudah terkenal sejak masa Kerajaan Kutai, yang pada saat itu masih berlaku pembedaan sosial berdasarkan kelas dan strata. Tenun Ulap Doyo diperkirakan telah ada dan berkembang sebelum abad ke-17.
Dahulu, motif Tenun Ulap Doyo bisa dijadikan ciri atau identitas sosial sesorang. Contohnya motif jaunt nguku digunakan oleh kaum mantiq (bangsawan atau raja) dan motif waniq ngelukng digunakan oleh golongan marantikaq (orang biasa).
Nilai dan Makna yang terkandung
Tenun ikat ini dapat digunakan oleh laki-laki maupun perempuan dalam acara adat, tari-tarian, dan dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak Benuaq.
Tenun Doyo yang dikenakan sehari-hari berwarna hitam, sedangkan Tenun Doyo yang berwarna-warni dan bermotif digunakan dalam upacara-upacara adat.