KALPATARA.ID– Ritual Kasohaka merupakan salah satu kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang masih diyakini oleh masyarakat Kadatua, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara.
Ritual Kasohaka ini diyakini masyarakat Kadatua dapat mengurangi atau meminimalisir datangnya bencana alam.
Masyarakat Kadatua tinggal di Kecamatan Kadatua, yang terletak di salah satu Pulau kecil yang dikenal nama pulau Kadatung.
Pulau Kadatung memiliki luas wilayah 32,82 km2, merupakan pulau kecil yang rawan bencana terutama terjadinya tsunami dan angin kencang.
Kondisi kebencanaan inilah yang mendorong masyarakat lokal untuk senantiasa melakukan ritual atau tradisi Kasohaka. Dimana masyarakatnya meyakini dapat menolak atau memitigasi bencana.
Jika ritual Kasohaka tidak dilaksanakan, masyarakat meyakini akan ada korban jiwa. Atau akan terjadi bencana alam seperti angin kencang, naiknya gelombang air laut dan hujan deras.
Sekilas Ritual Kasohaka
Biasanya, ritual kasohaka dilakukan oleh masyarakat sekecamatan Kadatua. Dimana proses pelaksanaannya diawali dengan pemberitahuan dari pemerintah kecamatan kepada para kepala desa untuk berkumpul di balai pertemuan atau dalam bahasa setempat disebut Baruga.
Selanjutnya, kepala desa akan memberitahukan kepada masyarakat jika ritual Kasohaka akan segera dilakasanakan.
Selain itu, Kepala desa juga akan mengundang tokoh adat yang ada di seluruh desa di kecamatan Kadatua.
Pada hari yang sudah ditentukan, masyarakat yang telah mendapat pemberitahuan akan berkumpul untuk membangun bangunan tempat pelaksanaan ritual kasohaka.
Setiap warga yang ikut dalam pelaksanaan tradisi, terlebih dahulu akan digosok dengan telur ayam kampung yang telah didoakan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Yang dalam bahasa setempat prosesi ini disebut dengan dilolei atau keleloi.
Ritual tradisi ini dilakukan oleh pemuka adat, dalam bahasa setempat disebut Parabhela. Parabhela inilah yang akan bertugas untuk membaca doa dengan khusuk didepan sesajen.
Setelah dilolei, warga segera menyiapkan kantila (isi talang/ sesajen) yang akan diletakkan pada bangunan kasohaka. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bangunan kasohaka dibuat dari janur kelapa dan kayu “Wola” yang akan dibuat menjadi sampo liu-liu atau kayu yang telah dipotong-potong menjadi empat bagian.
Sampo liu-liu tersebut dipersiapkan oleh laki-laki dan dibentuk menjadi sedemikian rupa. Isi talang yang terdapat pada kasohaka yaitu kelapa muda, rokok empat batang, telur ayam kampung empat buah, kue cucur, nasi satu piring, dan pisang goreng.
Setelah proses kasohaka dipersiapkan. Warga kembali ke desa masing-masing guna meletakkan bangunan kasohaka yang telah dibuat dan didoakan oleh tokoh adat secara khusyuk atau bahasa setempat disebut bhatata.
Nilai-nilai dalam Kearifan Lokal Kadatua
Menurut Ramayanti Romalita dkk dalam Jurnal On Education, menyebutkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap tahapan tradisi kasohaka diantaranya nilai religius, nilai gotong-royong, nilai budaya dan nilai musyawarah.
Nilai religius terlihat jelas dari sikap sembah masyarakat kepada Tuhan yang Maha Esa agar terhindar dari bencana alam. Nilai religius ini ditunjukkan dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh masyarakat setiap kali pergantian musim.
Doa-doa ini dipanjatkan dalam rangka memohon pertolongan agar tidak terjadi bencana di kecamatan Kadatua saat tiba musim barat.
Nilai Gotong Royong juga terkandung dalam tradisi kasohaka. Nilai ini dapat dilihat dari persiapan ritual tradisi ini. Terlihat dari persiapan kasohaka yang dilakukan bersama-sama oleh masyarakat kecamatan Kadatua. Dimana setiap anggota adat dan masyarakat mempunyai tugas masing-masing.
Kemudian nilai musyawarah yang terkandung dalam tradisi ini, terlihat dari pelaksanaan tradisi. Yang dalam pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan atau musyawarah oleh seluruh masyarakat di kecamatan Kadatua.
Selain itu terlihat dari kebebasan berpendapat dan saling menghargai pendapat antar tokoh adat maupun antar anggota masyarakat.
Musyawarah dilakukan terutama dalam menetukan hari yang tepat dalam melaksanakan tradisi serta penentuan bersama-sama terkait pergantian musim yang terjadi.
Kearifan lokal yang ada di tengah-tengah kehidupan masyarakat kadatua ini, terwujud dalam bentuk seperangkat aturan, pengetahuan, keterampilan serta tata nilai dan etika.
Tradisi ini juga telah menjadi kebiasaan masyarakat yang dilaksanakan secara turun temurun, sebagai upaya memitigasi bencana di wilayah Kadatua.***