Geliat Urban Farming marak bermunculan di tengah pandemi COVID-19. Adalah kebijakan Work From Home (WFH) yang bikin kebanyakan orang terpaksa lebih banyak berada di rumah sehingga memunculkan berbagai alternatif kegiatan yang selama ini tidak pernah dilirik.
Tidak hanya itu, pandemi COVID-19 juga sempat menyulitkan terdistribusinya pasokan pangan akibat terhambatnya mobilisasi pengiriman bahan-bahan pangan karena adanya pembatasan keluar masuk perbatasan antar wilayah.
Gagasan tentang Pertanian Perkotaan –urban farming- dengan menciptakan produksi pangan tambahan di luar kegiatan pertanian pedesaan dan juga impor makanan, tentunya bukan hal baru di banyak masyarakat, terutama di Asia dan Eropa.
Beberapa faktor menjadi penyebab meningkatnya minat terhadap Pertanian Perkotaan selama beberapa tahun terakhir, antara lain: meningkatnya urbanisasi di negara berkembang; memburuknya kondisi masyarakat miskin kota; perang dan bencana alam yang mengganggu pasokan pangan dari pedesaan; degradasi lingkungan dan keterbatasan sumber daya yang menyebabkan kelangkaan pangan yang lebih besar; gerakan masyarakat keberlanjutan; serta adanya pengakuan terhadap nilai-nilai yang tidak berbasis pasar.
Faktor-faktor tersebut di atas tidak mampu menutupi fakta yang sejujurnya bahwa faktor latenpenyebab meningkatnya minat terhadap Pertanian Perkotaan sejatinya justru disebabkan oleh terjadinya ledakan jumlah penduduk dunia yang sudah mencapai hampir 8 milyar jiwa.
Sementara di sisi lain, luas daratan tidak bertambah, hanya 148.940.000 km2 dari keseluruhan luas bumi sebesar 510.065.623 km2.
Luas daratan sebesar 148.940.000 km2 tidak mampu lagi menopang kebutuhan hidup jumlah penduduk dunia sebesar 8 milyar jiwa yang tinggal menetap di atasnya. Lagi pula tidak seluruh bentang alam daratan merupakan wilayah layak huni yang mampu menyediakan pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk dunia.
Benturan kepentingan selalu saja terjadi di wilayah daratan antara kepentingan ekonomi di satu sisi, dengan kepentingan ekologi di sisi lain. Alih fungsi lahan yang terjadi di tengah gencarnya pembukaan lahan-lahan baru dengan mengorbankan wilayah hutan demi kepentingan pertanian, pertambangan, hunian, industri ataupun infrastruktur, kerapkali justru mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan.
Baca juga: Sumpah Pemuda, Ekosofi (Ecosophy) Di Tengah ‘Code Red of Humanity’
Situasi ini yang sebenarnya memicu maraknya Pertanian Perkotaan sebagai solusi potensial yang menawarkan manfaat yang tidak atau belum dapat diberikan oleh pertanian pedesaan –Rural Agriculture-.
Lalu, apa itu Pertanian Perkotaan?