KALPATARA.ID-Wuku Galungan adalah nama salah satu wuku di Penanggalan Pawukon yang berlaku di Jawa. Sedangkan di Bali disebut sebagai Wuku Dungulan. Wuku ini membawa karakter bagi yang lahir di bawah naungan Wuku Galungan atau Dungulan.
Wuku Galungan atau Dungulan diambil dari nama Raden Galungan atau Dungulan, anak Prabu Watugunung dan Dewi Sinta yang ke sembilan.
Kelahiran Wuku Galungan atau Dungulan dinaungi oleh Batara Kamajaya. Dalam pewayangan, Sang Hyang Kamajaya atau Kamadewa adalah anak Semar (Hyang Ismaya) dan Dewi Senggani.
Batara Kamajaya juga populer sebagai Dewa Cinta. Bersama dengan pasangannya, Dewi Kamaratih, Dewa dan Dewi ini senantiasa menjaga keselamatan umat manusia di dunia ini, terutama keluarga Pendawa.
Menurut kepercayaan Jawa, pada waktu seorang wanita hamil untuk pertama kalinya dan diadakan selamatan hamil tujuh bulan (Jawa: mitoni), maka disajikan juga sebuah kelapa gading yang digambar Kamajaya dan Kamaratih dengan harapan semoga mendapat berkah dari Dewa dan Dewi itu.
Karakter kelahiran Wuku Galungan atau Dungulan mengikuti batara pelindungnya. Meskipun dinaungi Dewa Cinta, bukan berarti ia mudah bermain cinta. Ia justru teguh pada cintanya, dalam arti yang sakral.
Pembawaan kelahiran Wuku Galungan atau Dungulan tenang namun teguh. Ia bukan orang yang terburu-buru dalam bersikap. Dengan pembawaan ini, ia mudah disukai oleh banyak orang.
Di tengah banyak orang, ia akan mudah dilihat karena selain pembawaannya yang menarik, ia juga pandai menjalin komunikasi.
Di dalam bekerja, ia juga menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Tidak hanya memenuhi kuantitas, ia juga memperhatikan kualitas dari apa yang ia kerjakan.
Meskipun tenang, ia juga punya temperamen yang tinggi. Terutama jika menyangkut apa yang ia yakini. Temperamen ini bukan berarti emosi marah yang mudah meledak-ledak. Tetapi bagian dari keteguhannya.
Kekurangannya ada pada kecenderungannya yang boros. Hal ini terutama jika untuk membantu orang lain. Karena sifat penyayangnya, ia seringkali tidak sulit mengeluarkan uang buat orang lain, dan seringkali tidak memilikirkan dirinya sendiri. Jadi, jangan berharap kelahiran wuku Galungan atau Dungulan akan punya tabungan yang banyak.
Di dalam Kitab Pawukon, kelahiran Wuku Galungan atau Dungulan digambarkan melalui berbagai simbol. Digambarkan dalam Wuku Galungan atau Dungulan, Raden Galungan menghadap Batara Kamajaya.
Raden Galungan memanggku bokor air. Ini merupakan gambaran dari karakternya dapat menghibur hati susah dan senang menyumbangkan tenaganya.
Simbol kayunya adalah kayu tangan, yang merupakan gambaran dari karakter yang tidak ingin banyak menganggur.
Simbol burungnya diwakili oleh burung bido. Burung ini adalah salah satu jenis elang yang hidup di daera tropis. Hal ini penggambaran yang mendekati Dewa Cinta, karena burung elang bido memiliki kebiasaan hidup berpasang-pasangan.
Suara elang bido sangat ribut, melayang-layang di atas wilayah sambil mengeluarkan suara. Pada musim berbiak, pasangan menunjukkan gaya terbang akrobatik. Gambaran dari burung ini juga menunjukkan dalam cintanya, ia memiliki rasa kepemilikan yang tinggi.
Berbeda dengan wuku lainnya, Wuku Galungan atau Dungulan tidak digambarkan gedungnya. Hal ini menunjukkan ia lebih banyak berdarma untuk orang lain. Pendapatannya bisa lebih banyak digunakan untuk hal-hal di luar dirinya.
Keris yang cocok untuk kelahiran Wuku Galungan atau Dungulan adalah: Panimbal, Condong Campur, Jalak Tilamsari, Jalak Dhinding, Jalak Sangutumpeng dan Jalak Ngore.***