Penulis: Lisa Sastrajendra
Ramalan Jayabaya belakangan ini jadi viral dikaitkan dengan meletusnya Gunung Semeru. Bukan hanya itu, banyak tanda-tanda akhir jaman yang dinubuatkannya sudah semakin tergenapi.
Salah satu bunyi ramalan Jayabaya yang menjadi tanda datangnya kebinasaan dunia adalah “akeh barang-barang melebuh luang” yang artinya akan banyak barang yang dibuang-buang.
Di saat dunia juga mengakui bahwa manusia banyak sekali menghasilkan sampah, apakah ramalan ini terjadi atau kita bisa menangkalnya dengan gaya hidup Zero Waste?
Tiap tahun, bumi dibebani dengan sampah sebanyak 2,03 juta ton (angka di The World Count saat tulisan ini dibuat).
Perbandingannya, jika seluruh sampah ini dimasukkan ke dalam truk, maka akan terdapat jajaran truk yang melingkar sebanyak 24 lapis keliling bumi untuk mengangkut semua sampah ini.
Baja Juga: 5 Hal Seputar Jejak Karbon Yang Patut Diketahui
Semua sampah itu meliputi sampah industri, sampah rumah tangga, termasuk juga sampah plastik, radioaktif, hingga sampah elektronik.
Dalam laporan Bank Dunia What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050 pada 2018, gabungan negara super power, meskipun hanya mencakup 16 persen dari populasi dunia, menghasilkan lebih dari sepertiga (34 persen) sampah dunia.
Wilayah Asia Timur dan Pasifik bertanggung jawab untuk menghasilkan hampir seperempat (23 persen) dari semua limbah.
Apakah yang akan terjadi jika ini dibiarkan?
Maka benar yang dinyatakan oleh Ramalan Jayabaya. Salah satu ayatnya yang berbunyi banyak barang yang dibuang-buang telah terjadi bertahun-tahun. Artinya kita menuju ke pemunahan kehidupan jika ini dibiarkan.
Efek dari penumpukan sampah ini adalah: polusi tanah, polusi udara, polusi lautan, polusi air tanah. Semua elemen yang dibutuhkan oleh kehidupan terpolusi, merusak bumi sekaligus semua kehidupan di dalamnya.
Zero Waste menjadi hal yang niscaya untuk dilakukan. Tentu tidak mudah untuk betul-betul sampai pada angka zero. Karena zero waste sebenarnya adalah sebuah sistem yang saling terkoneksi.
Konsep zero waste bukan semata dilakukan oleh satu orang atau satu komunitas, tetapi merupakan sebuah konsep yang meminta pertanggujawaban semua manusia di bumi, sebagai penyebab utama dari perubahan iklim -climate change- bahkan krisis iklim -climate crisis-, untuk mengubah kebiasaan hidup menjadi lebih bijak pada lingkungan.
Zero waste mengajak kita untuk menganyam hidup dengan lebih menggunakan akal. Dari zero waste sebenarnya kita sedang belajar tentang kesederhanaan yang justru membawa keselamatan.
Jika kita mengizinkan lebih sedikit barang masuk melalui pintu rumah, rumah kita akan lebih mudah dikelola dan sampah akan berkurang. Ini berlaku untuk makanan yang kita beli, pakaian yang kita kenakan, mainan yang kita izinkan untuk dimainkan anak-anak kita, dan segala sesuatu di antaranya.
Dengan konsep zero waste kita juga berpraktik tentang sebuah nilai yang penting dan tidak penting. Mengatakan “tidak” dapat menjadi tantangan dalam budaya di mana kita diajarkan untuk bersikap sopan dan menerima apa pun yang diberikan kepada kita.
Selain itu melekatnya gaya hidup konsumtif, demi terlihat mentereng, demi terbukti mengikuti trend, menambah daftar sulitnya untuk mengatakan tidak, terutama pada kata “promo”.
Tetapi kenyataannya adalah bahwa sebagian besar barang promosi dibuat dari bahan murah yang tidak akan bertahan lama sebelum rusak—berakhir di tempat pembuangan sampah.
Ukuran yang sebenarnya adalah kebutuhan, bukan keinginan atau kemabukan.
Apa hal-hal kecil yang saya lakukan atas ini?
Lihat halaman selanjutnya