KALPATARA.ID/NUSANTARA CODE – Flexing makanan sebagai gaya hidup yang kerap diperlihatkan di media sosial sudah waktunya digunakan untuk mengangkat pangan lokal. Tak cuma gerakan sesaat Gerakan Bangga Pangan Lokal adalah sebuah perbuatan yang bisa memberi manfaat untuk semua.
Gerbang Pangkal tercetus dari ide dua srikandi yang peduli pada kelestarian pangan lokal dan tradisi Wulansary dan Lisa Febriyanti. Keduanya adalah aktivis, jurnalis, dosen dan juga peneliti kebudayaan dan tradisi.
Dalam siaran langsung perdana Gerbang Pangkal keduanya hadir menyampaikan latar belakang serta visi misi gerakan ini.
Sebagai inisiator Wulansary mengakui keprihatinannya ketika menemukan fakta di lapangan bahwa krisis pangan adalah sebuah keniscayaan bila tidak ada yang melakukan sesuatu. Sementara di sisi lain sosial media memilki impact yang begitu besar dan luas dalam berbagai elemen kehidupan. Dua pokok masalah yang sebenarnya memiliki keterkaitan ini menimbulkan problem solving soal pemanfaatan media sosial untuk kelestarian pangan lokal.
“Pulang dari daerah-daerah saya menemukan banyak pangan lokal yang tak dikenali. seperti Di daerah Bali ada keladi. Keladi dibuat menjadi nasi, nasi keladi, ada juga sate keladi. Tetapi kita tidak tahu ada itu, kan sayang sekali” ujar Wulansari menjelaskan awal mula gerakan ini diinisiasi.
Gerbang Pangkal memilih anak muda sebagai penggerak. langkah strategis ini menjadikan pendekatan teknologi dan kebiasaan generasi milenial lebih efektif.
Berangkat dari program Nusantara Code yang bicara tentang kelestarian budaya pangan dan pertanian di Indonesia belum tereksplor sempurna bahkan nyaris tenggelam. Dengan adanya Gerbang Pangkal maka hal-hal tersebut akan terus dipuayakan untuk digali dan dilanjutkan demi kelestarian di masa mendatang.
Bertepatan dengan momen bulan ramadhan Gerbang Pangkal meluncurkan dua kampanye sekaligus yang dapat diikuti masyarakat media sosial. Anak muda diajak flexing dengan tema unik dan kreatif mengusung tema pamer pangan lokal, salah satunya tantangan 21 hari pamer takjil pangan lokal Dan juga kompetisi video bangga pangan lokal yang berhadiah menarik.
Sebagai gambaran pangan lokal justru mendapat persfektif berbeda di mata internasional. Pangan lokal harus menjadi raja di negeri sendiri karena ternyata seksi menurut orang luar.
Empat hari dirilis, Gerbang pangkal sudah mendapat perhatian yang menggembirakan. PT POMI perusahaan yang bergerak di bidang PLTU telah turut serta mendukung kelestarian pangan lokal yang digaungkan gerbang pangkal lewat bagi-bagi takjil gratis bertema pangan lokal.
Kedepan diharapkan seluruh elemen baik pemerintah, swasta dari berbagai profesi dapat berkontribusi sehingga gerakan ini dapat bergerak. “Tidak akan menjadi gerak bila yang bergerak tidak banyak” ujar Wulansary.
Wulansary juga menyinggung tentang bagaimana Gerbang Pangkal ini dapat diterapkan di industri perfilman secara sederhana. “Misalnya adegan makan itu, makanan diatas mejanya mbok ya pangan lokal gitu” ujar nya sambil tertawa. Lewat konten kreatif pangan lokal akan kembali menjadi raja di negeri sendiri. Anak muda tak lagi sungkan atau malu bicara tentang singkong, ubi atau pangan lokal lainnya.
Ke depan tantangan gerakan bangga pangan lokal tentu akan bergesekan dengan derasnya budaya impor yang mendominasi. Namun Gerbang pangkal ini gerakan yang asik untuk diikuti anak muda. Kita kuatkan jati diri kita sehingga saat krisi pangan itu terjadi ada pangan lokal yang menyelamatkan dan kearifan pangan lokal tetap lestari di tengah invasi.
“Satu pangan lokal diiringi juga dengan budaya lokal di dalam prosesnya. Misalnya budaya pertanian, ritus atau juga pengetahuan astronomi. Jika satu makanan budaya hilang maka budaya-budaya yang mengikuti dibelakangnya akan turut hilang,” papar Lisa.
Wulansary menyerukan kepada anak-anak muda Indonesia, “Ayo Jong Jawa, Jong Sumatera, Jong Borneo, Jong Ambon, Jong Papua juga Jong lainnya, tunjukkan pangan lokal dengan kebanggaan.”***