KALPATARA.ID – Kelompok penjaga hutan ‘Jagawana’ merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat hutan adat Wonosadi. Hutan adat Wonosadi merupakan satu-satunya hutan adat yang tersisa di Yogyakarta.
Kata Wonosadi berasal dari kata wono atau wana yang artinya alas/hutan dan sadi yang berarti rahasia. Hutan Wonosadi memiliki arti hutan yang memiliki banyak rahasia.
Hutan adat Wonosadi terletak di Padukuhan Duren, Kalurahan Beji, Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.
Hutan adat Wonosadi memiliki luas sekitar 25 hektar yang terbagi atas 2 bagian. Sekitar 5 hektar dari arah pintu masuk hingga tangga habis merupakan kawasan Taman Keanekaragaman Hayati, sementara sisanya seluas 20 hektar adalah hutan belantara yang merupakan inti hutan adat Wonosadi.
Hutan adat Wonosadi memiliki beberapa mata air yang menjadi sumber air untuk masyarakat sekitarnya yakni mata air Blebem, mata air Kalas, dan sumber mata air Sengon. Selain mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat sekitarnya, di hutan adat Wonosadi juga terdapat pohon khas Hutan Adat Wonosadi yang umurnya sudah ratusan tahun yakni pohon asam jawa (Tamarindus indica) dengan setara dengan 7 orang bergandengan.
Selama puluhan tahun hutan Wonosadi dikelola Jagawana yang bertugas menjaga keamanan dan kelestarian hutan.
Sejarah terbentuknya Jagawana adalah diinisiasi oleh warga lokal bernama Sudiyo yang peduli akan nasib hutan adat Wonosadi usai pembalakan liar yang terjadi tahun 1965 silam. Saat itu hutan nyaris gundul dan menyebabkan kekeringan yang berdampak pada sawah-sawah petani gagal panen.
Sudiyo berinisiatif melakukan pemulihan hutan secara mandiri dengan merehabilitasi hutan dan mata air agar kembali pulih. Sudiyo mengajak masyarakat memulihkan hutan dengan membentuk kelompok penjaga hutan (jagawana) bernama Ngudi Lestari. Sebagai ketua Sudiyo berhasil memulihkan hutan adat Wonosadi.
Sepeninggal Sudiyo kini kepemimpinannya diteruskan oleh sang putri yang bernama Sri. Sri kini menjadi ketua jagawana terus menjaga dan melestarikan hutan serta mata airnya yang mnejadi pangkal hidup masyarakat Gunung Kidul.
Sebagai hutan adat, hutan Wonosadi menjadi tempat dilangsungkannya berbagai ritual adat yang ada di daerah Gunung Kidul Yogyakarta seperti sadranan dan petilasan.
Upacara ritual Sadranan diselenggarakan setiap tahun. Pelaksanaannya diadakan setiap habis panen padi. Tradisi Sadranan dilakukan sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang berlimpah.
Seluruh hasil panen dan berbagai pangan lokal akan diarak menuju Lembah Ngenuman untuk didoakan. Setelahnya semua warga akan santap bersama, diiringi musik khas Gunung Kidul rinding gumbeng.***