KALPATARA.ID-Lebih dari 2.000 tahun yang lalu, aliran filsafat Stoic lahir dari Yunani kemudian berkembang Roma. Aliran ini mendalilkan metode untuk menjalani kehidupan yang diisi dengan kebajikan. Sebagai sebuah filsafat, Stoic mengandung proses dari manusia untuk mengembangkan diri secara mendalam. Berikut adalah penjelasan sederhana dari proses yang mendalam tersebut.
Marcus Aurelius, seorang tokoh Stoic dari Roma pernah menyatakan, “Dia yang hidup selaras dengan dirinya sendiri, selaras dengan alam semesta”. Kalimat ini mengandung arti sebuah keharmonisan. Dengan mengembankan kebajikan, manusia tidak hanya bisa menyelaraskan diri pada hal yang terbaik dalam dirinya, sekaligus selaras dengan alam.
Keharmonisan memiliki arti yang luas. Menurut William Stephens, Profesor Emeritus Filsafat di Universitas Creighton, pada tingkat yang paling luas, harmonis berarti berperilaku sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerak yang alamiah—menerima peristiwa yang terjadi dan merespons dengan tepat.
Berikutnya, berarti hidup sesuai dengan sifat manusia baik secara fisiologis maupun spiritual, yang secara unik memiliki kecerdasan yang canggih (misalnya, dengan bersikap rasional dan prososial). Dengan demikian, kita secara jujur mempertimbangkan kekuatan, bakat, dan kelemahan kita, kondisi tubuh kita yang spesifik, dan keadaan kita.
Marianna Pogosyan, Ph.D, pengajar Psikologi Budaya dan konsultan yang berspesialisasi dalam psikologi transisi lintas budaya berkesempatan diskusi dengan William Stephens, dikutip dari Phsycology Today membagikan ajaran Stoic yang sederhana namun mendalam untuk menjalani kehidupan yang baik dalam tiga hal utama, yaitu mengenali diri sendiri, mengontrol kemarahan serta menjadi penkolektor dan pelaku kebajikan.
Bagi kaum Stoic, ketiga hal di atas berarti memupuk nilai-nilai kebijaksanaan, kebajikan, keadilan, keberanian, kesederhanaan, kemurahan hati, dan kasih sayang terhadap orang lain. Kebajikan, menurut keyakinan kaum Stoic, diperlukan untuk kebahagiaan.
Bandingkan kebajikan dengan komoditas seperti emas. Semakin banyak emas yang saya timbun, semakin sedikit emas yang tersedia untuk semua orang di dunia. Kebajikan adalah satu-satunya hal yang tidak memiliki sifat seperti ini—mendapatkan lebih banyak kebajikan tidak menghilangkan kebaikan itu dari orang lain.
Kebajikan dan kebijaksanaan memiliki arti yang berbeda. Di dalam bahasa Inggris, kebijaksanaan disebut sebagai wisdom, sedangkan kebajikan disebut virtue. Perbaikan diri membutuhkan pertumbuhan dalam kebijaksanaan. Pada dasarnya, kebijaksanaan adalah mengetahui apa yang baik, apa yang buruk, dan apa yang tidak baik dan tidak buruk. Satu-satunya hal yang benar-benar baik adalah kebajikan.
Semua kebajikan hanyalah penerapan kebijaksanaan yang berbeda. Misalnya, keadilan adalah kebijaksanaan mengenai orang mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Keberanian adalah kebijaksanaan mengenai apa yang perlu ditakuti dan apa yang tidak perlu ditakuti.
Jika tujuan Anda adalah pengembangan diri, kaum Stoic merekomendasikan untuk memberi diri Anda rapor harian. Nilailah apa yang Anda lakukan dengan baik dan apa yang Anda lakukan dengan buruk. Akui kesalahan Anda dan berkomitmen untuk berbuat lebih baik besok.
Kaum Stoic percaya bahwa mereka harus tegas pada diri sendiri tetapi baik kepada orang lain. Ingatlah bahwa orang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan—mereka tidak tahu apa yang lebih baik. Demikian pula, ketika Anda melakukan kesalahan, anggaplah diri Anda sebagai seorang pelajar. Anda sedang belajar. Anda akan tersandung. Anda selalu berusaha menjadi lebih baik. Ukur kemajuan Anda berdasarkan kesalahan masa lalu Anda, dan jangan menyalahkan diri sendiri. Tanamkan self-love dalam diri.
Self love bukanlah sesuatu yang egois. Mencintai diri sendiri tidak berarti mengabaikan kebutuhan Anda yang sebenarnya. Anda memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri untuk merawat tubuh, pikiran, dan hati Anda.***