KALPATARA.ID-Sejuknya wilayah Lembang sore itu diwarnai pembicaraan hangat tentang bumi dan langit. Observatorium Bosscha Lembang, menerima tamu dari Pusat Kajian Sains Keberlanjuan dan Transdisplin IPB yang ingin membuka wawasan mengenai kosmologi.
Rombongan Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Transdisiplin (Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences-CTSS) tiba hari Jumat (24/02) di Observatorium Bosscha. Lembang yang biasanya di bulan Februari ditingkahi hujan, sore itu memunculkan sedikit cahaya mahatari, memungkinkan tim peneliti CTSS berkeliling dari satu ruang ke ruang lainnya.
“Kunjungan kami ke sini untuk mendiskusikan hal-hal mengenai keberlanjutan, bukan hanya di bumi tetapi juga dalam skala kosmos,” ujar Ketua CTSS Prof Dr Damayanti Buchori, MSc.
Tim peneliti, dikawal langsung oleh Direktur Bosscha Premana W Permadi, Ph.D dan para staff. Setelah mengunjungi ruang media, tim diperkenalkan pada teropong legendaris Bosscha yang telah berusia 100 tahun. Kesempatan itu digunakan para peneliti untuk lebih jauh memahami mekanisme pengamatan langit.
Tak hanya teropong legenda, tim juga dibawa ke Ruang Surya yang memarkan hasil-hasil kerja Observatorium Bosscha dalam pengamatan matahari, benda langit paling penting bagi bumi. Termasuk juga informasi dan persiapan-persiapan yang dilakukan untuk mendokumentasikan dan menghadapi gerhana matahari total yang akan mengenai Indonesia di bulan April mendatang.
Di Ruang Surya, berbagai dokumentasi astro photography disajikan sekaligus menjadi bahan diskusi dari seluruh rombongan yang hadir. Tidak saja tentang matahari, diskusi juga meluas hingga nebula dan galaksi.
Selepas dari Ruang Surya, rombongan bergeser ke ruang pameran yang memajang berbagai poster edukasi tentang astronomi tradisional. Bersama rombongan, di waktu yang bersamaan juga hadir peneliti astronomi tradisional. Pertemuan berbagai lintas disiplin ilmu ini membuahkan diskusi yang menarik mengenai masing-masing ruang keilmuan dan inspirasi perpaduannya dalam rangka satu tujuan, yaitu keberlanjutan bumi.
“Senang sekali bisa bertemu dengan para tim peneliti IPB yang tertarik dengan wawasan tentang langit. Astronomi tradisional hari ini juga masih sangat terbuka untuk dikaji dalam kaca mata ilmu pengetahuan, agar tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat hari ini,” ujar Lisa Febriyanti, peneliti astronomi tradisional.
Baca Juga: Tilem, Bulan Baru, Ini Makna Spiritual dan Science
Agenda melihat bintang melalui teropong dilakukan setelah langit gelap. Cuaca yang masih memungkinkan, dengan sigap direspon para staf Bosscha dengan menyiapkan teropong portable.
Malam itu, di satu titik ketinggian Lembang, di salah satu puncak perbukitan di Lembang, rombongan berjumpa dengan bintang Sirius yang berpendar di balik awan tipis.
Kunjungan tim peneliti ditutup dengan diskusi tentang kosmologi. Diskusi mengetengahkan pengenalan gerak dan pola kosmos yang tentu saja memberi pengaruh di bumi, sehingga mampu menjadi landasan dalam menyusun langkah-langkah dan penelitian lebih lanjut mengenai keberlanjutan.
“Diskusi tentang kehidupan, bumi dan kosmos ini penting untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga bumi. Kita, manusia, dianugerahi rumah yang luar biasa dari pencipta. Perlu dijaga bersama,” pungkas Damayanti.***