KALPATARA.ID – Dalam setiap kelahiran di wuku tertentu mengandung karakter dan potensi risiko dalam perjalanan hidupnya. Pun waktu kelahiran Wuku Maktal, risiko yang menghadang ada di depan matanya.
Orang yang dilahirkan dalam waktu Wuku Maktal memiliki karakteristik yang unik. Kebahagiaan dan kemakmuran senantiasa mengiringinya. Namun, harus berhati-hati. Karena kemakmuran yang dimiliki bisa membuat banyak orang muncul dengki.
Bahaya atau bencana yang mengiringinya adalah terlibat pertengkaran. Bisa dengan satu orang atau kelompok.
Pertengkaran yang terjadi disebabkan oleh bertabrakannya pendapat. Beberapa kali kelahiran wuku Maktal dianggap melakukan hal yang tidak benar. Itu sudah pembawaannya sejak lahir. Selisih paham dengan orang lain menyebabkan ia terlibat pertengkaran.
Menurut Primbon Jawa, kelahiran Wuku Maktal perlu melakukan selamatan untuk menhindarkan diri dari bahaya yang menimpa. Selamatannya adalah nasi yang dimasak dengan cara di dang (dikukus dengan dandang). Khusus untuk Wuku Maktal, nasi yang dibuat dilebihkan airnya, sehingga lebih lembut dari nasi biasa.
Lauk yang disarankan adalah pindang bebek dan ikan ayam dimasak lembaran.
Makanan dengan doa keselamatan ini sebenarnya mengajarkan kelahiran wuku Maktal untuk melembutkan dirinya, sehingga tidak terlibat perkelahian yang besar.
Wuku Maktal dilahirkan dengan karakter bawaan yang kuat dalam hal keinginan. Di satu sisi, hal ini kelebihannya, di sisi lain, kuatnya keinginan harus diselaraskan dengan situasi sosial.
Dengan karakter ini, pengembangan diri yang bisa dilakukan adalah dengan membuat dirinya semakin membuka hati dan kesabaran akan pandangan orang lain. Baik kiranya bisa mempertahankan pendapat, namun jangan sampai hal ini menyebabkan selisih pendapat dan memicu pertengkaran besar.
Simbol pindang bebek yang kaya bumbu rempah namun membutuhkan waktu cukup lama dalam memasaknya menggambarkan hal yang perlu dilakukan kelahiran Wuku Maktal. Mampu mencampurkan berbagai “bumbu rempah” dalam sajian masakan yang lezat.
Daging bebek dibuat lebih empuk di dalam, melambangkan kesabaran yang perlu dipupuk dalam diri di tengah ramainya campuran “bumbu’.
Sedangkan ayam yang dimasak lembaran, juga merupakan simbol bagi kelahiran Wuku Maktal agar mampu “mengiris” problem menjadi hal yang lebih kecil agar tidak terlalu berpegang semata pada hal-hal besar. Sebongkah daging ayam, meski diiris kecil-kecil tidak mengubah esensinya. Bahkan menjadi lebih fokus menjalani satu per satu persoalan.
Baca Juga: Tawur Kasanga Jelang Hari Raya Nyepi dan Filosofi Angka Sembilan
Nasi yang lembut, sesuai dengan kehalusan batinnya. Juga sebuah simbol untuk menjaga kehalusan tanpa harus membuat dirinya mudah terkoyak. Kadang kelembutan adalah sebuah kekuatan untuk bisa memenangi sesuatu.
Kultur masyarakat Jawa yang penuh simbol, tergambarkan dalam Penanggalan Pawukon. Pemilihan sarana selamatan disusun berdasarkan simbolisasi-simbolisasi jati diri si pemilik wuku.***