KALPATARA.ID – Maras taun adalah sebuah tradisi syukuran upacara panen padi khas Belitung.
Di pulau Laskar Pelangi, Maras Taun menjadi salah satu tradisi yang sarat makna dan filosofi. Maras Taun berasal dari dua kata yakni “Maras” dan “taun”.
Maras adalah kegiatan memotong/memangkas duri pada tanaman yang khas dilakukan oleh masyarakat Belitung. Sementara taun artinya tahun. Maka Maras Taun maksudnya memotong atau memangkas tahun dari tahun yang lama ke tahun yang baru.
Maras Taun diadakan sebagai bentuk selametan atau syukuran atas terlewatinya masa panen dengan baik juga sebagai usaha mencari keselamatan masyarakat di tahun berikutnya.
Masyarakat Belitung memaknai Maras Taun sebagai sebuah tradisi melepaskan segala kesulitan dan persoalan di tahun yang lama dan membuka tahun yang baru menyampaikan harapan hasil panen berlimpah di tahun yang baru.
Pada masa lampau, Maras Taun diadakan oleh tetua kampung atau dukun kampung sebagai bentuk terima kasih terhadap kekuatan alam yang melimpahi hasil panen padi para petani. Namun seiring masuknya ajaran agama islam di nusantara kemudian tradisi sakral tersebut beralih menjadi sebuah selamatan kampung dan ditujukan terhadap Tuhan Sang Pencipta.
Dikutip dari jurnal “Pemaknaan dan Nilai dalam Upacara Adat Maras Taun di Kabupaten Belitung” mengungkapkan bahwasannya tradisi Maras Taun hingga kini belum pasti diketahui kapan mulai dipakai oleh masyarakat Belitung.
Tetapi dalam perkembangan sejarahnya diketahui bahwa tata cara pelaksanaanya, Maras Taun selalu dipimpin oleh seorang kepala kubak atau kepala parang. Kubak atau parang adalah sebuah ekosistem yang mulanya terbentuk hanya dari keluarga yang mendiami sebuah daerah. Seiring waktu kubak dan parang kemudian berkembang menjadi perkampungan.
Setiap kubak atau parang selalu memiliki seorang ketua adat atau dukun kampung yang dianggap pemimpin karena kemampuannya. Dalam berbagai hal yang berkaitan dengan upacara adat termasuk upacara Maras Taun peran dukun sangatlah vital. Dukun yang dimaksud di setiap kubak atau parang kini disebut ketua parang atau ketua kubak.
Pelaksanaan Maras Taun ditandai dengan nyucor air sembilan yang dilakukan oleh kepala kubak/ parang dengan cara mengucurkan air sakral tersebut di batas-batas desa. Mencucurkan air sakral ini dilakukan tidak boleh melewati pukul 24.00 demi menghindari musibah dan bala bagi masyarakat setempat.
Kini tradisi Maras Taun kerap diiringi dengan banyak kesenian tradisional khas Belitung, seperti beripat beregong, begasing, becampak, dulmu-luk, begubang, begambus, besepen, dan betiong. Terdapat sebuah prosesi unik dalam Maras Taun. Yakni seluruh warga diharuskan mengenakan bedak tepung ke seluruh tubuhnya.
Bukan bedak sembarangan bedak yang dberikan dukun sebelumnya telah dibacakan berbagai mantra. Dengan bedak tersebut masyarakat akan mendapat perlindungan dari berbagai marabahaya serta keselamatan harta bendanya.
Tradisi Maras Taun diadakan setiap bulan April atau sembilan bulan masa tanam padi. Biasanya upacara Maras Taun berlangsung selama satu minggu. Tradisi warisan leluhur Maras Taun masih berlangsung hingga kini di masyarakat petani Belitung.
Setelah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Maras Taun juga kerap emnjadi hiburan yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat Belitung setiap tahunnya.***