KALPATARA.ID – Tak semanis rasanya, pangan lokal gethuk khas Jawa tengah tercipta karena penderitaan rakyat Jawa ketika penjajahan Jepang. Pada masa itu beras sangat sulit didapat karena seluruh hasil panen beras diangkut pemerintahan Jepang.
Sebagai salah satu cara untuk bertahan hidup masyarakat mencoba mengolah aneka hasil bumi yang tertanam di halaman rumah sebagai makanan pokok pengganti beras. Singkong menjadi pilihan yang paling memungkinkan di saat itu.
Mengutip dari borobobudur.com seorang warga desa Karet Magelang bernama Ali Mohtar atau mbah Ali Gondok yang pertama kali menginisiasi lahirnya pangan bernama gethuk.
Nama gethuk diambil dari suara thuk-thuk yang terdengar ketika singkong yang telah dikukus sebelumnya kemudian dihaluskan.
Pada masa itu Mbah Ali melakukannya dengan cara manual yakni ditumbuk menggunakan lesung oleh 4-6 orang. Namun seiring perkembangan Mbah Ali akhirnya berhasil membuat alat untuk menghaluskan singkong .
Alat penghalus singkong tersebut disebut lindri. Itulah sebabnya kemudian gethuk populer dengan sebutan gethuk lindri.
Karena citarasa yang manis dan mengenyangkan, banyak yang menyukai gethuk. Maka Mbah Ali Gondok mulai memperdagangkan gethuk secara luas. Secara turun temurun resep sederhana gethuk diwariskan dari generasi ke generasi.
Gethuk memiliki nilai filososfis yang sangat mendalam bagi masyarakat Jawa Tengah khususnya Magelang. Kota Magelang pun hingga kini dikenal sebagai kota produsen gethuk.
Gethuk dianggap refresentasi jiwa sederhana dan selalu bersyukur dalam berbagai situasi. Disaat sulit menemukan beras masyarakat Magelang kala itu tetap dapat berpikir tenang dan menghadapi dengan hati jernih.
Lewat ghetuk, para orang tua dulu mengajarkan hidup harus apa adanya tak perlu diada-adakan. seperti dilansir dari dinas kesehatan pangan lokal gethuk berbahan dasar singkong memiliki kandungan gizi cukup lengkap. Selain karbohidrat yang tinggi, gethuk juga mengandung protein, energi dan lemak.***