Namun, kejayaan kain tenun ini menurun seiring dengan terjadinya Perang Dunia I. Akibat kurangnya pasokan bahan baku, sehingga sebagian orang mencabuti benang emas dari kain tenun lama untuk digunakan dalam tenunan baru.
Sampai saat ini, Kain Cual lama masih disimpan oleh sebagian masyarakat. Mereka menyimpannya dalam peti ukir dan menjadi pusaka lama keluarga tersebut.
Tata Cara Pemakaian Kain Cual
Kain Cual bukan sekadar kain tenun, namun ada perlakukan khusus dalam pemakaiannya.
Cara pemakaiannya pun harus diperhatikan. Para perempuan yang belum menikah harus mengenakan selendang cual di sebelah kiri. Panjang selendang kira-kira tiga jari di atas lutut, sedangkan untuk perempuan yang telah menikah selendang dikenakan di bahu sebelah kanan dengan panjang tiga jari di bawah lutut.
Begitu pula dengan sarung untuk para lelaki. Menurut tradisi Melayu, lelaki yang belum berusia matang atau dewasa mengenakan sarung setinggi tiga jari di atas lutut.
Sementara bagi para tetua mengenakannya tiga jari di bawah lutut, untuk menunjukkan bahwa mereka adalah orang bijak bestari.
Tata cara berpakaian ini harus diperhatikan untuk menunjukkan diri sebagai orang yang tahu adat dan tahu menempatkan diri dalam konteks sosial tertentu. Pada umumnya kain cual dipakai untuk acara-acara resmi atau perayaan adat, seperti upacara pemikahan dan perayaan hari besar Islam.
Dalam majelis perkawinan, kain cual mengambil bagian penting sebagai pakaian pengantin. Pakaian pengantin tradisional Bangka-Belitung dikenal dengan sebutan paksian. Sebutan ini diambil dari nama mahkota yang dikenakan pengantin perempuan.
Pengantin perempuan mengenakan Kain Cual sebagai kain, sedangkan pengantin laki-laki mengenakannya sebagai selempang yang dikenakan pada bahunya.
Pengantin laki-laki memakai penutup kepala yang disebut sungkon. Warna dasar Kain Cual yang dipakai berwarna merah, menunjukkan adanya kebahagiaan
Upaya Pelestarian di Lingkungan Pemerintahan Setempat
Sejak tahun 2023 yang lalu, pemerintahan kota Pangkal Pinang mulai menghimbau para ASN di kota kelahiran Sandra Dewi ini, untuk memakai pakaian tradisional Melayu setempat.
Sementara untuk pejabat eselon II diharapkan untuk memakai Kain Cual sebagai bentuk pelestarian dan apresiasi kepada para penenun.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pemakaian kain cual menunjukkan status sosial pemakainya. Karena harganya yang cukup mahal, hanya orang-orang yang mampu membelinya saja yang dapat mengenakan kain tersebut.
Biasanya kain ini menjadi barang berharga bagi sebuah keluarga seperti halnya dengan perhiasan emas, yang dikenakan pada kesempatan-kesempatan istimewa.***