KALPATARA.ID– Sebuah kolaborasi teknologi yang melibatkan ilmuwan dari 35 negara, termasuk di dalamnya Cina, Perancis, Amerika Serikat, Rusia dan beberapa negara Asia, tengah mempersiapkan reaktor nuklir paling besar di bumi. Reaktor ini dibangun untuk tujuan menghasilkan energi abadi demi mendukung aktvitas manusia di Bumi.
ITER (International Thermonuclear Experimental Reactor) atau dalam bahasa latin juga berarti “journey” atau dalam konteks ini diartikan sebagai “jalan” diklaim sebagai proyek energi paling ambisius di dunia saat ini, demikian yang disebutkan dalam laman resmi ITER.
Para ilmuwan yang datang dari 35 negara, berkolaborasi untuk membangun tokamak terbesar di dunia, perangkat fusi magnetik yang telah dirancang untuk membuktikan kelayakan fusi sebagai sumber energi berskala besar dan bebas karbon berdasarkan prinsip yang sama dengan energi yang menggerakkan Matahari dan bintang kita. Dengan kata lain, tujuan pembangunan ini adalah mendapatkan energi abadi.
Jika telah dinyatakan selesai, para ilmuwan yang bermarkas di di Prancis selatan ini hendak memberikan alternatif yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil dan reaktor nuklir dengan “mesin paling rumit yang pernah dirancang,” kata Laban Coblentz, Direktur Komunikasi ITER, dikutip dari Euronews Next.
Para ilmuwan telah mengerjakan proyek ini setidaknya sejak tahun 2005. Pengujian tersebut mencakup ruang kurungan magnetik terbesar di planet ini, yang oleh para peneliti disebut tokamak.
Tokamak adalah mesin eksperimental yang dirancang untuk memanfaatkan energi fusi. Di dalam tokamak, energi yang dihasilkan melalui fusi atom diserap sebagai panas di dinding bejana. Sama seperti pembangkit listrik konvensional, pembangkit listrik fusi akan menggunakan panas ini untuk menghasilkan uap dan kemudian listrik melalui turbin dan generator.
Ribuan insinyur dan ilmuwan telah berkontribusi pada desain ITER sejak gagasan eksperimen gabungan internasional dalam fusi pertama kali diluncurkan pada tahun 1985. Negara anggota yang terlibat dalam ITER terdiri dari Cina, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Rusia, dan Amerika Serikat— kini terlibat dalam kolaborasi selama puluhan tahun untuk membangun dan mengoperasikan perangkat eksperimental ITER dan mendemontrasikan kegunaannya.
Secara organisasi, ITER juga telah menandatangani perjanjian kerja sama teknis non-Anggota dengan Australia (melalui Organisasi Sains dan Teknologi Nuklir Australia, ANSTO, pada tahun 2016) dan Kazakhstan (melalui Pusat Nuklir Nasional Kazakhstan pada tahun 2017); Nota Kesepahaman dengan Kanada yang menyetujui penjajakan kemungkinan kerja sama di masa depan dan Perjanjian Kerja Sama dengan Institut Teknologi Nuklir Thailand (2018); serta hampir 100 Perjanjian Kerjasama dengan organisasi internasional, laboratorium nasional, universitas dan sekolah.
Sebagai prasarana, jika selesai, ruangan reaktor tersebut akan berbobot lebih dari 25.000 ton, tahan terhadap suhu hingga 302 juta derajat Fahrenheit. Sebagai referensi, pengamatan terkini pada suhu matahari yang berumur 4,5 miliar tahun adalah 27 juta derajat Fahrenheit pada intinya.
Proyek ini bukannya tanpa hambatan. Biaya awal dianggarkan sekitar $5,5 miliar. Namun Euronews melaporkan bahwa kini telah menghabiskan hampir $22 miliar. Agar tetap sesuai jadwal, Coblentz mengatakan para ahli berencana untuk melewatkan “plasma pertama” – sebuah tonggak pengujian – “untuk mencapai kekuatan fusi yang akan diinisasi pada tahun 2035.”
Tantangan lain tentu saja pada proses pembangunannya yang melibatkan komponen-komponen unik karena ini adalah sebuah teknologi yang sama sekali baru dibangun.
Selain ITER, Amerika Westinghouse juga sedang mengembangkan reaktor fisi kecil yang akan mulai beroperasi pada tahun 2029. Reaktor ini unik karena portabel dan dapat memberi daya pada lokasi terpencil selama sekitar delapan tahun tanpa air, mengurangi hingga 55.000 ton polusi udara setiap tahunnya, menurut perusahaan tersebut.
Reaktor nuklir ini bisa jadi akan memecahkan rekor karena ukurannya. Namun dengan kendala-kendala seperti di atas, proyek mengalami penundaan beberapa tahun. Kita tunggu saja, apakah manusia berhasil membuat pesaing matahari?***