KALPATARA.ID –Sejak tahun 2003 lalu budaya pertunjukan wayang Indonesia telah diakui oleh UNESCO sebagai mahakarya dunia yang merupakan warisan kemanusiaan lisan dan nonbendawi asal Indonesia.
Asal usul wayang diperkirakan telah ada sejak tahun 1200 M. Pada masa itu para nenek moyang suku Jawa menggunakan wayang yang terbuat dari rerumputan kemudian diikat sebagai media pemujaan roh atau upacara ritual adat jawa kuno. Dikutip dari berbagai sumber sekitar tahun 1223 M di masa kerjaan Jenggala wayang kemudian dibuat dari daun siwalan atau daun lontar yang disebut wayang beber. Karena cara pementasannya yang dibeberkan, wayang ini disebut wayang beber.
Kemudian wayang beber mengalami perubahan media gambar menggunakan kertas, kulit pohon hingga pelepah kayu. Pada masa itu juga wayang beber dikembangkan menggunakan tongkat kayu pada setiap ujung lembaran. Pada tahun 1518 M wayang beber dimodifikasi menjadi ilustrasi manusia dan hewan yang dibuat miring.
Media pembuatan wayang beber kemudian berkembang, wayang kemudian dibuat menggunakan kulit binatang hasil buruan seperti kijang, kambing atau kerbau. Usia wayang kulit tertua di dunia diperkirakan berasal dari abad ke 2 masehi.
Kata wayang diambil dari kata Ma Hyang yang merujuk kepada roh spiritual, Dewa maupun Tuhan. Sementara dalam bahasa jawa kata wayang memiliki arti bayangan.
Cerita wayang di Indonesia memiliki ciri khas sendiri. Cerita-cerita pewayangan mulanya berasal dari mitos asli epos dari India dan kisah pahlawan dongeng negeri Persia. Masuknya pengaruh agama hindu- Budha di Indonesia memberikan nuansa baru kisah pewayangan yang khas di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah kisah Mahabarata dan kisah Ramayana.
Wayang kulit memiliki pengaruh yang sangat besar tak hanya pada masa Hindu Budha di Indonesia tetapi juga di masa penyebaran agama islam oleh walisanga di nusantara. Sunan Kalijaga yang dikenal sebagai dalang handal merupakan salah satu dari sembilan sunan yang menyebarkan agama islam di Nusantara.
Pada abad ke 15 masehi Sunan Kalijaga menggunakan media wayang sebagai alat dakwahnya. Dalam pertunjukannya Sunankalijaga menyisipkan ajaran-ajaran islam seperti jamuskalimasada atau dua kalimah syahadat yang merupakan kesaktian milik Gatot Kaca anak dari Bima. Serta munculnya empat tokoh Punakawan yang menyimbolkan sifat dan karakter manusia di Marcapada (bumi).
Salah satu yang paling dikenal adalah Semar. Dalam naskah asli wiracarita Mahabarata dan Ramayanan tokoh Semar sebagai pengasuh sekaligus penasihat para ksatria tidak pernah tertuliskan. Hal itu sebab Semar merupakan ciptaan Sunan Kalijaga dan pujangga Jawa. Sebutan lain bagi semar adalah Ki Lurah Badranaya, Ki Lurah Isnaya hingga Batara Sang Hyang Isamaya.
Di Indonesia banayak bentuk wayang yang berbeda seperti wayang kulit dari Jawa Tengah, Jawa Timur Dan Bali, wayang golek dari Jawa Barat, wayang betawi dari Jakarta, wayang cepak dari Cirebon, hingga wayang klintir dari Surabaya.***