KALPATARA.ID- Berawal dari keprihatinan akan terpinggirkannya sanggul dan kebaya di kalangan masyarakat Indonesia sebuah gerakan yang diprakarsai para perempuan mendirikan komunitas Wanita Bersanggul Indonesia (WBI) dan meluncurkan aksi nyata gotong royong pelestarian penggunaan busana nasional Indonesia.
Dalam webinar yang bertajuk “Andil Wanita Kaum Wanita Merawat Budaya Busana Indonesia” pada Minggu, 12 Mei 2024, Sami Rahayu, pendiri sekaligus pengurus Komunitas Wanita Bersanggul Indonesia memaparkan jalan berliku menghidupi komunitasnya bersama dengan rekan-rekannya.
“Ini bukan jalan yang mudah. Sejak awal, membangkitkan keinginan dan kesadaran untuk kembali memakai busana tradisional, termasuk dengan sanggul adalah sebuah perjuangan,” demikian tutur Sami.
Sami menambahkan, sanggul dan kebaya adalah busana nasional Indonesia. Namun hari ini semakin sedikit yang mau merawat pemakaian busana ini sebagai identitas nasional. Tantangan demi tantangan, termasuk ketidakpedulian masyarakat hingga cemooh atas pilihan busana mereka di keseharian tidak membuat perempuan ini menyerah.
“Kami harus menunjukkan dengan contoh, karena itu ketika bepergian saya tetap menggunakan sanggul walaupun dengan kendaraan umum. Bagi saya, karena sudah jadi identitas, sebenarnya pakai sanggul dan kebaya itu tidak ribet, karena sekarang juga banyak cara yang praktis,” imbuhnya.
Di dalam webinar yang sama, Dini Andini, penggerak Wanita Bersanggul Indonesia wilayah Jabodetabek juga menceritakan pengalaman mirisnya atas konsistensi menggunakan busana nasional, “Pernah dalam satu kesempatan kami di Kota Tua. kami dilarang untuk foto-foto, alasannya karena kami pakai baju dan berdandan yang tidak sewajarnya. Padahal ini kan kebaya dan sanggul,” kisahnya.
Melebarkan Sayap Hingga ke Mancanegara
Kedua perempuan dari Komunitas Wanita Bersanggul Indonesia ini didapuk menjadi pembicara webinar yang diselenggarakan oleh Komunitas Cinta Budaya. Meskipun melalui zoom, keduanya pun tetap tampil dalam balutan kebaya dan sanggul.
Komunitas Wanita Bersanggul Indonesia memulai aktivitasnya sejak tiga tahun lalu, ketika masa pandemi. Kala itu pertemuan dan kegiatan dilakukan secara daring.
Meski penuh tantangan dan jalan berliku, dan menurut pengakuan mereka masih menghadapi pandangan orang-orang yang terasa “menusuk” ketika mereka berjalan-jalan ke Mall dengan bersanggul dan berkebaya, saat ini BWI telah memiliki 18 Korwil di Pulau Jawa dan baru saja melebarkan sayap ke Belanda.
Mendatang, mereka juga akan memenuhi undangan di Filipina.
Kampanye di media sosial, hingga terlibat dalam berbagai aktivitas pelestarian budaya dilakukan untuk menyebarkan wawasan dan gagasan kembali ke busana nasional. Selain itu, mereka pun aktif menggelar berbagai workshop keterampilan bersanggul untuk para anggotanya.
Ketika ditanya tentang pendanaan, Sami dan Andini mengakui selama ini belum ada perhatian dari banyak pihak untuk mendukung langsung kegiatan yang mereka lakukan. Semua gerak termasuk pendanaan masih dilakukan secara gotong royong dari para anggota sendiri.
“Padahal, banyak dari masyarakat yang sebenarnya menyukai busana nasional ini. Saya seringkali diminta untuk foto bersama dengan masyarakat. Tapi, rupanya masih sebatas suka, belum sampai pada kesadaran menggunakan. Perempuan yang bersanggul itu cantik, anggun dan auranya bisa keluar, ” papar Sami.
Dini Andini juga memaparkan, “Saya bergabung di komunitas ini karena sejak awal saya merasa nyaman dengan berpenampilan menggunakan kebaya dan sanggul, dan semakin biasa dengan sanggul, maka semakin tidak rumit. Ini soal kebiasaan.”
Komunitas Cinta Budaya (KCB), diwakili R.A. Bagus Sugiharto menyatakan apresiasinya pada WBI. “Kegigihan mereka dalam mengkampanyekan sanggul dan kebaya patut jadi inspirasi. Karena itulah webinar rutin KCB menghadirkan WBI dalam upaya saling mendukung aktivitas pelestarian budaya. Anggota mereka perempuan-perempuan hebat,” tandas Bagus.