KALPATARA.ID – Krisis Air Global dan perubahan iklim merupakan dua hal tak terpisahkan. PBB menengarai perubahan iklim membawa komplikasi atas keberadaan air dunia dengan siklusnya.
Sumbangan perubahan iklim terhadap Krisis Air Global bisa terlihat mulai dari pola curah hujan yang tidak dapat diprediksi hingga mencairnya lapisan es.
Tidak hanya itu, naiknya permukaan laut, banjir dan kekeringan, sebagian besar merupakan dampak perubahan iklim yang memicu langsung terjadinya Krisis Air Global.
Perubahan iklim makin memperburuk kelangkaan air tetapi juga sekaligus memperhebat bahaya yang diakibatkan oleh air seperti halnya banjir dan kekeringan akibat kenaikan suhu yang mengganggu pola curah hujan dan siklus air keseluruhan.
Siapa pun tahu, tidak ada yang lebih penting bagi kehidupan di bumi selain air. Ironisnya, sekitar dua miliar orang di seluruh dunia tidak memiliki akses ke air minum yang aman saat ini.
Sementara itu, kira-kira setengah dari populasi dunia mengalami kelangkaan air yang parah setidaknya selama setengah tahun. Angka-angka ini diperkirakan akan meningkat, diperburuk oleh perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk.
Hanya 0,5 persen air di Bumi yang dapat digunakan dan tersedia air bersih, tentunya pasokan air bersih sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim.
Selama dua puluh tahun terakhir, simpanan air terestrial, termasuk kelembapan tanah, salju, dan es, telah turun dengan laju 1 cm per tahun, yang berdampak besar pada keamanan kertersediaan air.
Baca juga: Indonesia Jadi Saksi Gerhana Matahari Total 2023, Jangan Lewatkan Momentum Langka Ini
Pasokan air yang disimpan dalam gletser dan salju di pegunungan, diprediksi akan semakin menurun selama abad ini.
Tentu ini akan berdampak pada berkurangnya ketersediaan air selama musim panas di wilayah yang disuplai oleh air lelehan dari gletser dan salju di pegunungan, di mana lebih dari seperenam populasi dunia saat ini hidup di wilayah tersebut.
Kenaikan permukaan laut diproyeksikan akan memperpanjang salinisasi air tanah, mengurangi ketersediaan air tawar bagi manusia dan ekosistem di wilayah pesisir.
Membatasi pemanasan global hingga 1,5°C dibandingkan dengan 2°C akan mengurangi separuh proporsi populasi dunia yang diperkirakan akan mengalami kelangkaan air, meskipun terdapat perbedaan variasi yang cukup besar antar kawasan.
Kualitas air juga dipengaruhi oleh perubahan iklim, karena suhu air yang lebih tinggi dan banjir serta kekeringan yang lebih sering diprediksi akan memperburuk berbagai bentuk pencemaran air, dari sedimen hingga patogen dan pestisida.
Berikut ini fakta-fakta seputar Krisis Air Global:
- 771 juta orang kekurangan akses air bersih. Itu 1 dari 10 orang di planet ini.
- Perempuan dan anak perempuan menghabiskan sekitar 200 juta jam membawa air setiap hari.
- Rata-rata wanita di pedesaan Afrika berjalan 6 kilometer (sekitar 3,7 mil) setiap hari untuk mengangkut 40 pon air.
- Lebih dari 800 anak di bawah 5 tahun meninggal setiap hari akibat diare yang disebabkan oleh air yang terkontaminasi, sanitasi yang buruk, dan praktik kebersihan yang tidak aman.
- 1,69 miliar orang hidup tanpa akses sanitasi yang memadai.
- 494 juta orang melakukan buang air besar sembarangan.
- Poin enam SDG yang telah ditetapkan oleh PBB terkait air bersih dan sanitasi, bertujuan untuk menyediakan akses kepada setiap mahluk hidup terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2030.
Disadari atau tidak, Peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret 2023 yang telah diselenggara beberapa hari yang lalu, ada di tengah bahaya Krisis Air Global yang saat ini tengah mengancam peri kehidupan.***
Editor: Mahendra Uttunggadewa