Selulosa, Yang Mudah Terdegradasi
Komponen struktural utama bambu (seperti halnya semua tanaman) adalah selulosa.
Selulosa adalah biopolimer paling melimpah dan terbarukan di planet kita. Selulosa merupakan bahan penyusun utama semua tanaman dan melalui proses kimia sederhana, selulosa ini dapat diubah menjadi berbagai bahan bermanfaat, termasuk tekstil.
Karena selulosa dapat diperoleh dari tumbuhan, tidak diragukan lagi hal ini memberikan peluang besar untuk menciptakan materi produksi tekstil yang berkelanjutan.
Seperti bahan pakaian berbahan selulosa lainnya, serat bambu dapat terurai secara hayati di dalam tanah oleh mikro organisme dan sinar matahari. Setelah habis masa pakainya, pakaian berbahan bambu dapat dikomposkan dan dibuang secara organik dan ramah lingkungan.
Benarkah Serat Bambu Anti Bakteri?
Meskipun kain bambu sering diiklankan sebagai antibakteri, kain bambu yang sudah jadi hanya mempertahankan sebagian sifat antibakteri asli bambu.
Beberapa penelitian menunjukkan rayon-bambu memiliki sifat anti-bakteri pada tingkat tertentu. Penelitian di Tiongkok (2010) dan India (2012) telah menyelidiki sifat antibakteri kain bambu-rayon bahkan terhadap bakteri tingkat keras seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Meskipun penelitian di India menemukan bahwa “rayon bambu menunjukkan aktivitas antibakteri yang sangat baik dan tahan lama terhadap bakteri gram positif dan gram negatif”, penelitian di Tiongkok menyimpulkan “kain pulp bambu seperti kain katun tidak memiliki sifat antimikroba”.
Jadi, belum ada yang berani benar-benar membuktikan kain bambu 100% anti bakteri.
Federal Trade Commission (FTC) mengeluarkan keputusan baru-baru ini mengenai pakaian bambu. Aturan ini mewajibkan semua pakaian bambu yang diproduksi dari selulosa yang diregenerasi harus diberi label pakaian sebagai Rayon dari Bambu. Selain itu, klaim yang tidak berdasar seperti “pakaian bambu bersifat antimikroba” atau “pakaian bambu dapat terurai secara hayati” tidak diperbolehkan.
Tanaman yang Banyak Manfaat, Tetapi Pengelolaan Kimiawi?
Untuk membuat kain bambu selembut sutra, “rayon bambu” ini diproduksi melalui proses kimia yang sangat intensif, serupa dengan proses yang digunakan untuk mengubah serpihan kayu menjadi rayon. Di sinilah kelestarian bambu menjadi sedikit ternodai. Rayon pada dasarnya adalah bahan mentah yang diubah melalui proses kimia. Sumber selulosanya bisa dari kapas, kayu, dan bambu.
Rayon bambu paling sering dibuat melalui proses viscose, yang melibatkan pelarutan bahan selulosa (dalam hal ini bambu) dalam larutan kimia untuk menghasilkan zat kental seperti bubur kertas.
Kemudian didorong melalui pemintal, dan “dipintal” menjadi serat yang dapat dibuat menjadi benang dan kain. Bahan kimia yang digunakan dalam proses ini seperti soda kaustik dan karbon disulfida yang sangat beracun dan berisiko bagi kesehatan manusia.
Sekitar 50% limbah berbahaya dari produksi rayon (termasuk jenis bambu) tidak dapat diambil kembali dan digunakan kembali, namun bukan berarti limbah tersebut langsung dibuang ke lingkungan. Untungnya, pengolah basah dalam tiga tahun terakhir telah melakukan perubahan pada praktiknya dan telah terjadi banyak perbaikan dalam pengelolaan bahan kimia dan pengolahan limbah.
Bambu sendiri bisa menjadi tanaman yang berkelanjutan jika ditanam dalam kondisi yang tepat. Meskipun sebagian besar kain bambu yang ada di pasaran adalah bahan rayon yang proses pembuatannya intensif dan melibatkan bahan kimia berbahaya, beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan dalam cara pengelolaan bahan kimia tersebut, yang merupakan langkah tepat.
Kain bambu tentu saja merupakan peningkatan dari poliester dan katun konvensional, jadi selama merek tersebut transparan mengenai asal-usulnya, ini bisa menjadi pilihan yang aman sebagai pilihan pakaian yang lebih ramah lingkungan.