KALPATARA.ID- Tahun Baru Cina merupakan festival yang populer di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perayaan ini bukan hanya sebagai festival tetapi juga mengandung legenda di baliknya.
Dahulu kala di Tiongkok kuno, ada seekor binatang buas bernama “Nian”. Kepalanya tampak seperti singa dengan tanduk tajam yang dapat digunakan untuk menyerang mangsanya. Ia hidup di dasar laut hampir sepanjang waktu dan hanya akan mendarat pada hari terakhir tahun lunar untuk memakan manusia dan ternak.
Jadi pada hari itu setiap tahun, orang-orang makan lebih awal, mengunci gerbang ternak dengan rapat dan kemudian melarikan diri ke pegunungan yang jauh agar tidak dimakan.
Lalu pada suatu tahun, seorang lelaki tua berambut perak mendatangi salah satu penduduk desa dan berjanji akan mengusir binatang kejam itu. Namun, semua penduduk desa terlalu takut untuk mempercayainya dan tetap melarikan diri sebelum malam tiba.
Nian masuk ke desa seperti biasa dan saat ia hendak menyembelih mangsanya dan melahapnya, tiba-tiba terdengar suara bambu yang berderak (kemudian digantikan oleh petasan) dinyalakan untuk menakuti Nian, dibarengi dengan nyala api yang terang. Nian gemetar dan tidak berani melangkah maju. Kemudian lelaki tua itu melangkah maju dengan mengenakan pakaian merah, dan ini membuat binatang itu menjadi gila. Ia ketakutan dan bergegas pergi.
Dicuplik dari China Highlights, istilah Nian pertama kali muncul pada Dinasti Zhou (1046–256 SM). Sedangkan, Tahun Baru Imlek memiliki sejarah sekitar 3.500 tahun. Tanggal pasti permulaannya tidak dicatat. Beberapa orang percaya bahwa Tahun Baru Imlek berasal dari Dinasti Shang (1600–1046 SM), ketika orang-orang mengadakan upacara pengorbanan untuk menghormati dewa dan leluhur di awal atau akhir setiap tahun.
Sementara itu, hari pertama bulan pertama kalender lunar Tiongkok, ditetapkan pada Dinasti Han (202 SM – 220 M). Kegiatan perayaan tertentu menjadi populer, seperti membakar bambu hingga menimbulkan suara retakan yang keras.
Baru pada masa Dinasti Wei dan Jin (220–420 M), selain memuja dewa dan leluhur, masyarakat mulai menghibur diri. Kebiasaan berkumpulnya sebuah keluarga untuk membersihkan rumah, makan malam, dan begadang pada malam tahun baru berasal dari masyarakat awam.
Kemakmuran ekonomi dan budaya pada masa Dinasti Tang, Song, dan Qing meluaskan fungsi festival tahun baru ini. Dan melahirkan adat dan tradisi yang seperti kita temui di zaman modern ini. Menyalakan petasan, mengunjungi kerabat dan teman, serta makan bersama keluarga menjadi bagian penting dalam perayaan tersebut.
Kegiatan yang lebih menghibur bermunculan, seperti menonton tarian naga dan barongsai selama Pekan Raya Kuil dan menikmati pertunjukan lentera. Dari perayaan persembahan, tahun baru yang kemudian juga disebut Festival Musim Semi dari fungsi keagamaan bertambah fungsi sebagai hiburan dan sosial, seperti saat ini.
Aktivitas hiburan dan sosial yang menjadi tradisi ini kemudian juga mendukung pelestarian kisah sejarah Tahun Baru Cina.***