KALPATARA.ID- Pohon bagi masyarakat Dayak Ngaju dianggap sebagai sumber kehidupan dan dilambangkan sebagai pohon kehidupan. Hal ini terwujud melalui simbol Batang Garing yang memiliki arti keseimbangan antara manusia dengan alam, antar manusia, dan antara Tuhan dan manusia.
Hubungan antara masyarakat Dayak Ngaju dengan bumi dan pohon sangat kuat. Hal ini terungkap dalam sistem adat Dayak. Yang menyiratkan ungkapan rasa syukur kepada bumi dan hutan agar tidak kehilangan dayanya yang berdampak pada kerusakan manusia.
Apabila manusia merusak alam, maka Hatala Ranying (Tuhan) akan murka. Wujud kemurkaan yang ditunjukkan melalui peristiwa bencana seperti banjir, kemarau panjang, wabah penyakit dan terbatasnya sumber makanan pokok.
Kepercayaan tersebut memiliki nilai moral bahwa manusia harus menghargai alam, tidak merusak dan melakukan eksploitasi sesuai kebutuhan saja serta melakukan pelestarian alam.
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Ngaju, apabila alam dirusak, maka kerusakan tersebut merupakan awal munculnya malapetaka. Karena jika Hatala Ranying murka tidak dapat dibatalkan oleh manusia.
Konsekuensi dari kepercayaan adat tersebut dianggap netral terhadap konservasi alam tetapi sampai batas tertentu konsep ini merupakan bagian dari pengetahuan tradisional untuk melindungi alam.
Hal ini dikarenakan hutan, bumi, sungai dan seluruh lingkungannya adalah bagian dari kehidupan.
Makna Batang Garing
Batang Garing menggambarkan asal usul penciptaan manusia dan alam semesta. Gambar burung Tinggang (Enggang) sebagai simbol penguasa dunia atas dan gambar Tambun (Naga) adalah simbol penguasa dunia bawah.
Bagian dari pohon Batang Garing yang berbentuk tombak dan mengarah ke atas menggambarkan Ranying Mahatala Langit sebagai sumber kehidupan. Gambar guci berisi air dan dahan yang berlekuk di bagian bawah pohon menggambarkan Jata atau dunia bawah.