KALPATARA.ID- Belanjakan adalah salah satu seni bela diri suku Sasak, khususnya masyarakat Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Seni bela diri ini merupakan pertarungan dua orang laki-laki dengan tangan kosong. Yang hanya boleh menggunakan kaki sebagai senjata dan tangan sebagai perisai.
Belanjakan merupakan warisan budaya masyarakat Masbagik. Setidaknya ada dua penamaan terhadap tradisi ini, Belanjakan dan Pelanjakan. Dua sebutan ini memiliki arti yang sama. Belanjakan berasal dari suku kata bahasa Sasak (Lombok), yaitu Lanjak yang berarti menendang sambil mendorong.
Diberikan imbuhan “Be” untuk menunjukan kegiatan itu sedang dipertunjukan. Dan kata Belanjakan disebutnya populer hingga sekarang. Belanjakan merupakan pertarungan dua orang laki-laki dengan tangan kosong. kaki sebagai senjata dan tangan sebagai perisai. Pihak yang beradu dalam belanjakan disebut Pepadu.
Sebagai olahraga tradisional, dalam pertandingannya akan mengadu kekuatan fisik antara dua orang laki-laki dengan menggunakan teknik tendangan, bantingan, tepisan dan kuncian.
Asal-usul Belanjakan
Awalnya, seni bela diri ini menjadi metode seleksi pasukan pertahanan Kerajaan Selaparang pada masa ekspansi Bali di Lombok. Kemudian menjadi ajang penjaringan prajurit yang diutus untuk menyerang markas Jepang di kawasan Masbagik pada masa penjajahan Jepang di Lombok.
Dalam perkembangannya di wilayah Masbagik sendiri. Pada jaman dulu jarak antar desa saling berjauhan dan harus melewati jalan setapak. Biasanya, jika membawa barang dalam perjalanan orang akan memikul barangnya dan menendang dengan kaki merupakan hal yang dapat dilakukan untuk mewaspadai rintangan yang ada.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Riyan Hidayatullah berjudul Standardisasi Gerak Dasar Bela Diri Belanjakan di Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur menceritakan Pada zaman dahulu belanjakan diadakan untuk mengisi waktu setelah panen yang dilakukan pada malam hari dengan diberi lampu penerang obor.
Arah Mata Angin sebagai Batas Arena
Permainan ini dikhususkan bagi laki-laki dewasa maupun remaja dan biasanya dilakukan antara kelompok desa satu dengan desa lainnya. Permainan dulunya berlangsung beberapa malam. Tiap kelompok mengambil tempat pada sisi arah mata angin.
Sisi-sisi arena ini disebut Ambeng. Ada Ambeng Timuq (sisi Timur), Ambeng Baret (sisi Barat) dan Ambeng sisi lainnya.
Setiap kelompok akan melawan kelompok yang ada pada sisi berlawanan. Tiap kelompok memiliki seorang pemimpin yang tugasnya memberi saran kepada Pengembar (anggota kelompok) sesudah meneliti, mengamati apakah anak buahnya yang bertanding sudah seimbang dengan lawan atau belum.