KALPATARA.ID – Dalam 10 poin Objek Pemajuan Kebudayaan yang dirilis Kemendikburistek salah satunya adalah tradisi lisan.
Tradisi lisan yang hingga saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Jawa Barat salah satunya adalah “tata titi duduga peryoga”.
Tata titi duduga peryoga adalah sebuah petuah berupa ungkapan yang diwarisakan oleh leluhur Sunda yang bermakna tata krama atau sopan santun.
Dalam literatur berbeda “tata titi duduga peryoga” juga disebut sebagai dasar dari undak usuk basa atau tingkatan pilihan kata yang digunakan oleh masyarakat sunda dalam bertutur sesuai lawan bicaranya.
Tak hanya dalam bertutur kata, Tata Titi Duduga Peryoga adalah bahasa simbol yang sangat erat kaitannya dengan etika, tata krama serta cara bersikap orang sunda. Tata titi duduga peryoga sebenarnya adalah ungkapan yang terdiri dari 4 kata.
Menariknya keempat kata tersebut berasal dari sebutan nama-nama hewan dalam bahasa sunda yang masing-masing memiliki makna mendalam.
1. Tata
Dalam bahasa sunda tata atau sireum artinya semut. Hewan semut disimbolkan sebagai hewan yang rukun dan memiliki kebersamaan yang erat. Meneladani tata cara hidup semut yang khas yakni selalu berhenti untuk saling menyapa dan bersalaman antenanya.
Suku Sunda juga selalu diajarkan untuk senantiasa bersikap someah atau ramah. Hal ini serupa dengan memanjangkan silaturahmi. Maka tak heran orang Sunda dikenal sebagai suku yang ramah serta mudah akrab karena pandai basa-basi dan membuka pembicaraan.
2. Titi
Berasal dari kata titinggi atau kaki seribu. Seperti diketahui dari namanya hewan melata ini memiliki banyak sekali kaki yang menopang tubuhnya. Tetapi meski kaki seribu memiliki banyak kaki, kaki paling depan hingga paling belakang selalu bergerak sama tidak masing-masing.
Belajar dari hewan titinggi maka para karuhun sunda menitipkan “titi” yang bermakna kompak. masyarakat Sunda haruslah bergerak sama-sama, senasib sepenanggungan. Seiring seirama dan tidak terpecah-pecah.
3. Duduga
Duduga atau hap-hap adalah seb utan untuk hewan cicak terbang. Hap-hap termasuk kedalam keluarga kadal seperti bunglon. Hap-hap selalu bertingkah laku waspada. Ketika berada di sebuah pohon hap-hap akan menggoyang-goyangkan dulu dahannya untuk memastikan tidak ada bahaya di depan sebelum melompat sangat jauh.
Demikian pula manusia, semestinya selalu dalam kehati-hatian dalam menjalani hidup. Memikirkan dan menimbang setiap langkah yang akan diambil agar tidak merugikan diri sendiri apalagi orang lain. Apapun yang terjadi harus selalu waspada dan siap terhadap perubahan dan sekeliling.
4. Peryoga
Peryoga merupakan sebutan bagi kerbau. Seperti yang terlihat kerbau adalah hewan yang besar dan kuat. Tetapi seekor kerbau yang besar dan kuat akan tetap menuruti tuan penggembalanya meski itu seorang anak kecil. Maka belajar dari peryoga atau kerbau, masyarakat sunda selalu diajarkan untuk menurut pada pemimpin.
Dalam berbagai lingkung kehidupan suku sunda ”dipeupeujuh” untuk selalu mendengarkan pemimpinnya. Termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara siapapun presidennya maka ialah pemimpin yang harus diikuti sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia.
Sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran sekaligus mebuat manusia menjadi satu-satunya mahluk Tuhan yang paling sepurna. Maka senantiasa mesti dibarengi dengan tutur ucap dan tingkah laku yang mencerminkan etika dan sopan santun.
Lewat petuah “tata titi duduga peryoga” karuhun atau leluhur menitipkan warisan adab dan norma kesopanan agar setiap generasi dapat menjalani hidup dengan terhormat. Apabila kita bersikap sopan dan santun maka orang lain pun akan bersikap yang terhadap kita.***