KALPATARA.ID – Dalam dua dekade belakangan ini, rangkaian Hari Raya Nyepi diramaikan dengan pawai ogoh-ogoh. Meskipun bukan merupakan bagian dari peringatan dan upacara, namun ogoh ogoh menyimpan sejarah tersendiri hingga diramaikan setiap Nyepi.
Adalah masa Gubernur Bali Prof. Ida Bagus Mantra yang menyerukan ide pawai ogoh ogoh di tahun 1983. Ide ini merupakan respon kegembiraan atas ditetapkannya Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional melalui Kepres No 3 tahun 1983.
Seruan ini terwujud lebih ramai di dua tahun berikutnya. Mulai tahun 1985, ogoh ogoh ikut serta dalam ritual pangrupukan.
Secara arti kata, jika dilihat dari laman kamus bahasa bali, ogoh ogoh diartikan sebagai patung besar dari bambu dan kertas (sekarang sudah dimodifikasi sesuai perkembangan jaman) yg berbentuk buta kala atau raksasa yg diarak keliling desa pada hari tertentu (biasanya sehari menjelang Nyepi/Pangrupukan).
Dalam Jurnal Seni Nasional Cikini, tulisan berjudul Telusur Sejarah Ogoh-Ogoh sebagai Manifestasi
Seni Rupa Bali dari Sudut Pandang Komodifikasi Budaya oleh Diaz Ramadhansyah dan Irma Damajanti menyebutkan, dalam kitab suci Weda tidak ditemukan naskah mengenai ogoh ogoh, begitu pula dalam tradisi
umat Hindu di India.
Tradisi ini disinyalir berasal dari tradisi Barong Landung dan atraksi NdongNding di kabupaten Gianyar dan Karangasem. Sebagai sebuah tradisi yang muncul dari kreativitas masyarakat, maka beragam pula kisah yang melatarbelakanginya.
Ada pendapat yang berkembang bahwa cikal bakal ogoh ogoh adalah patung Lelakut yang berfungsi untuk mengusir burung oleh petani di sawah.
Di dalam peringatan Nyepi, tradisi mecaru, tawur kasanga dan pangrupukan yang dilakukan sehari sebelumnya merupakan bagian dari upacara buta nyadnya, persembahan untuk butha kala. Ogoh ogoh dibuat sebagai simbol dari butha kala yang ditampilkan dalam wujud yang besar dan seram.
Tinggi ogoh ogoh berkisar antara dua sampai empat meter. Meskipun tampak begitu besar dan berat, sebetulnya ogoh ogoh dibuat dari bahan-bahan yang ringan dan mudah terbakar antara lain serbuk kayu atau serbuk kertas, styrofoam, bambu, dan kain.
Bahan-bahan ini berubah seiring dengan kesadaran masyarakat Bali pada lingkungan. Untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan, pada tahun 2019 pemerintah Bali melarang penggunaan styrofoam.
Meskipun bukan bagian dari ritual Nyepi, namun kehadiran ogoh ogoh sebagai simbolisasi butha kala, menebalkan makna filosofi yang terkandung di peringatan Nyepi.
Biasanya, setelah ogoh ogoh selesai dibuat, lalu diarak beramai-ramai menuju tempat pembakaran jenazah atau lahan kosong. Di tempat ini ogoh ogoh dibakar untuk menetralkan energi negatif. Dalam berbagai kepercayaan, api memiliki sifat menyucikan, seperti halnya air atau tanah.
Aktivitas penyucian ini dalam bahasa Bali disebut sebagai nyomnya kala. Kekuatan yang disimbolkan melalui ogoh ogoh sebenarnya bukan semata dipandang sebagai sesuatu yang jahat, melainkan sesuatu yang besar. Butha kala mengandung unsur-unsur pembentuk jagad, unsur yang ada dalam alam semesta dan manusia. Demi untuk menjaga kemurnian kekuatan ini, maka penyucian melalui api dilakukan.
Ogoh ogoh yang semula menjadi perayaan masing-masing banjar atas kebersyukuran, pada perkembangannya menjadi sebuah tradisi yang melekat pada setiap perayaan nyepi.
Pembuatan ogoh ogoh diwarnai semangat gotong royong masyarakat. Terlebih lagi dalam beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Provinsi menggelar lomba ogoh ogoh. Menyiratkan kegembiraan sekaligus penghayatan pada nilai peringatan Nyepi.
Pawai ogoh ogoh menjadi salah satu pendorong wisata, terlebih lagi dengan diadakannya lomba. Pawai ogoh ogoh berikut lombanya menjadi ajang arak-arakan ragam penampilan ogoh ogoh yang dibangun baik secara konvensional maupun menggunakan teknologi modern.
Di tahun 2019, tercatat hampir 6000 ogoh ogoh diarak dalam pawai. Tahun 2000, dimana pandemi menyerang Indonesia, pawai ogoh ogoh dihentikan.
Begitu tinggi minat masyarakat akan ogoh ogoh, memasuki tahun 2021, peringatan Nyepi diramaikan kembali oleh pawai ogoh ogoh.
Di tahun 2023, lomba ogoh ogoh untuk tingkat kota/kabupaten serta tingkat kecamatan kembali dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bali. Hadiah yang disediakan untuk juara pertama sebesar 50 juta rupiah, juara kedua mendapatkan 35 juta rupiah dan hadiah 25 juta rupiah untuk juara ketiga. Selain itu apresiasi kepada 144 ogoh ogoh dari kecamatan terpilih juga akan mendapatkan 5 juta rupiah.
Baca Juga: Kenapa Hari Raya Nyepi Tahun Baru Bali Jatuh pada Bulan Maret?
Ogoh ogoh tidak hanya hadir di Bali. Beberapa wilayah antara lain Palangkaraya, Mataram-Nusa Tenggara Barat, DI Yogyakarta, Tengger juga Surabaya terpantau melakukan pawai ogoh ogoh.
Setelah pawai di sore hari, esok harinya, tepat dimulai pukul 6 pagi, umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian. Keriuhan ditutup dengan keheningan yang sakral untuk memulai tahun baru.***