KALPATARA.ID – Claudius Ptolemeus (sekitar 85–165 M) tinggal dan bekerja di kota Alexandria, ibu kota provinsi Romawi Mesir, pada masa pemerintahan kaisar Flavianus dan Antonine.
Ptolemeus adalah pewaris -melalui tulisan Euclid, lalu kemudian matematikawan seperti Apollonius dari Perga, dan Archimedes dari Syracuse- atas pengetahuan matematika yang meliputi tentang geometri dan aritmatika yang diperoleh oleh peradaban Yunani Kuno.
Ptolemeus juga mewarisi tradisi observasional dan teori astronomi Yunani Kuno yang ekstensif. Astronom paling penting sebelum Ptolemeus tidak diragukan lagi adalah Hipparchus dari Nicea (abad kedua SM), yang mengembangkan teori gerak matahari yang digunakan oleh Ptolemeus.
Hipparchus juga menemukan presesi ekuinoks, serta menghimpun serangkaian alat pengamatan astronomi yang ekstensif – beberapa di antaranya buatannya sendiri, beberapa yang lainnya berasal dari zaman Babilonia -yang bisa digunakan oleh Ptolemeus (mungkin melalui Perpustakaan Alexandria yang terkenal)-.
Astronom lain yang memberikan kontribusi signifikan sebelum Ptolemeus termasuk Meton dari Athena (abad ke-5 SM), Eudoxos dari Cnidus (abad ke-5/4 SM), Callipus dari Cyzicus (abad ke-4 SM), Aristarchus dari Samos (abad ke-4/3 SM), Eratosthenes dari Kirene (abad ke-3/ke-2 SM), dan Menelaus dari Alexandria (abad ke-1 M).
Sistem Ptolemeus, juga disebut sistem geosentris atau model geosentris, model matematika alam semesta yang dirumuskan dan dicatat olehnya dalam Almagest and Planetary Hypotheses sekitar tahun 150 M.
Tujuan Ptolemeus dalam Almagest adalah untuk membangun model kinematik tata surya, seperti yang terlihat dari bumi.
Dengan kata lain, Almagest menguraikan model geometris yang relatif sederhana yang menggambarkan gerakan nyata matahari, bulan, dan planet-planet, relatif terhadap bumi, tetapi tidak berusaha menjelaskan mengapa gerakan ini terjadi (dalam hal ini, serupa dengan model Copernicus dan Kepler).
Dengan demikian, fakta bahwa model yang dijelaskan dalam Almagest bersifat geosentris bukanlah masalah, karena bumi tidak bergerak dalam kerangka acuannya sendiri.
Dalam gambaran masyarakat kuno, benda-benda langit (Matahari, Bulan, planet, dan bintang) harus bergerak dalam gerakan seragam di sepanjang jalur yang paling “sempurna” yang mungkin, sebuah lingkaran.
Namun, lintasan Matahari, Bulan, dan planet-planet yang diamati dari Bumi tidak melingkar.
Baca juga: Asteroid 7482 (1994 PC1) Dekati Bumi dengan Potensi Bahaya
Model Ptolemeus menjelaskan “ketidaksempurnaan” ini dengan mempostulatkan bahwa gerakan yang tampaknya tidak beraturan adalah kombinasi dari beberapa gerakan melingkar biasa yang terlihat dalam perspektif dari Bumi yang diam.
Prinsip-prinsip model ini diketahui oleh para ilmuwan Yunani sebelumnya, termasuk juga ahli matematika Hipparchus (c. 150 SM), dan mencapai puncaknya dalam model prediksi yang akurat oleh Ptolemeus.
Prinsip pertama dari model Ptolemeus adalah gerak eksentrik. Sebuah benda yang bergerak dengan kecepatan seragam di jalur melingkar dengan Bumi di pusatnya akan menyapu sudut yang sama dalam waktu yang sama dari perspektif terestrial.
Namun, jika pusat jalur dipindahkan dari Bumi, maka benda tersebut akan menyapu sudut yang sama dalam waktu yang tidak sama (sekali lagi, dari perspektif terestrial), bergerak paling lambat saat terjauh dari Bumi (apogee) dan tercepat saat terdekat dengan Bumi (perigee).
Untuk menjelaskan pergerakan planet, Ptolemeus menggabungkan eksentrisitas dengan model episiklik.
Dalam sistem Ptolemeus, setiap planet berputar secara seragam di sepanjang jalur melingkar (epicycle), yang pusatnya berputar mengelilingi Bumi di sepanjang jalur melingkar yang lebih besar (deferent).
Baca juga: Pertama Kalinya Dalam Sejarah, Utusan Bumi “Menyentuh” Matahari
Dalam sistem astronomi Ptolemeus, deferent adalah sebuah orbit melingkar besar yang berpusat di bumi diikuti oleh pusat episiklus kecil di mana sebuah planet dianggap bergerak.
Setengah dari epicycle berlawanan dengan gerakan umum dari jalur yang berbeda, gerakan gabungan kadang-kadang akan tampak melambat atau bahkan berbalik arah (mundur).
Dengan mengoordinasikan dua siklus ini secara hati-hati, model episiklik menjelaskan fenomena yang diamati dari planet-planet yang mundur saat berada di perigee.
Ptolemeus meningkatkan efek eksentrisitas dengan membuat pusat epicycle menyapu sudut yang sama di sepanjang deferent dalam waktu yang sama seperti yang terlihat dari titik yang disebutnya equant, titik kesetaraan.
Pusat deferent terletak di tengah-tengah antara equant dan Bumi, seperti yang dapat dilihat pada gambar.
Meskipun sistem Ptolemeus berhasil memperhitungkan gerakan planet, –equant– titik kesetaraan Ptolemeus tetap dianggap kontroversial.
Baca juga: Mega Konstelasi, Bumi Akan Dikelilingi 65.000 Satelit
Editor: R.D. Mahendra