KALPATARA.ID – Pada wuku Wayang terdapat satu hari suci yang dilaksanakan pada hari Saniscara Wuku Wayang. Hari suci yang disebut sebagai Tumpek Wayang diperingati setiap enam bulan sekali, berdasarkan perhitungan wuku Wayang.
Tumpek menjadi salah satu hari raya spesial bagi umat Hindu. Menurut Parisadha Hindu Dharma Indonesia, Tumpek berarti mendekatkan diri kepada Tuhan dengan jalan mensyukuri segala ciptaan-Nya melalui persembahan suci atau yadnya.
Karena itu di wuku-wuku tertentu melaksanakan Hari Raya Tumpek. Salah satunya adalah wuku Wayang.
Hari Raya Tumpek, selalu jatuh pada hari Saniscara atau hari Sabtu. Penanggalan Bali dan Penanggalan Jawa menamai hari-hari dengan bahasa krama yang hampir sama, kecuali penyebutan hari Sabtu. Di Bali disebut sebagai Saniscara, sedangkan di Jawa disebut sebagai Tumpak.
Khusus untuk Hari Raya yang jatuh di Sabtu pada wuku-wuku tertentu, di Penanggalan Bali disebut sebagai Tumpek.
Hari Raya Tumpek Wayang jatuh ada Saniscara Kliwon wuku Wayang. Tumpek wayang adalah pemujaan kepada Sang Hyang Iswara (dewa kesenian) terhadap peralatan kesenian terutama wayang, gender, gong, dan alat seni lainnya.
Wuku Wayang mengandung hal-hal khusus pada Penanggalan Bali. Selain Hari Raya Tumpek Wayang, juga dilaksanakan Bayuh Oton Sapuh Leger untuk kelahiran wuku Wayang, yang bertujuan untuk membersihkan diri dari unsur Kala.
Tumpek Wayang merupakan cerminan dimana dunia diliputi dengan berbagai hal-hal negatif. Dimana, manusia akan diliputi oleh kegelapan, kebodohan, keangkuhan, serta keangkaramurkaan.
Dalam lontar Sundarigama menceritakan kisah Dewa Iswara sebagai dalang didampingi oleh Dewa Brahma dan Wisnu diringi gender dan kecapi menggelar pertunjukan wayang di atas kelir dengan menceritakan perjalanan Bhatara Siwa dan Dewi Uma.
Sedangkan di dalam Tantu Pagelaran, menceritakan pula asal mula pertunjukan wayang kulit, dimana Bhatara Siwa yang sedang berwujud Kala Rudra ingin membinasakan semua mahluk karena terlalu pekat aroma angkara murka. Turunlah kemudian Dewa Iswara sebagai dalang didampingi, Brahma dan Wisnu dengan mempertunjukkan wayang kulit dan menceritakan siapa sebenarnya Kala Rudra.
Kisah-kisah dalam lontar mengenai pertunjukkan wayang menyimbolkan dua kekuatan besar yang akan selalu ada di dunia. Angkara murka dan kebajikan.
Hari Raya Tumpek Wayang mengingatkan tentang dunia yang telah dipenuhi dengan angkara murka, kegelapan dan kebodohan. Yang perlu dilakukan senantiasa adalah melakukan penyeimbangan atas hal-hal negatif dengan hal-hal yang positif.
Hal ini juga sesuai dengan ajaran Tri Hita Karana yaitu seimbang menjaga keharmonisan dengan Tuhan, dengan alam lingkungan maupun dengan sesama, mengaplikasikan panca yadnya sehingga akan tercipta jagat kertih atau dunia yang tenteram dan sejahtera.***