KALPATARA.ID – Ritual Naik Dango adalah ritual pasca panen yang dilakukan para petani suku Dayak Kanayatn.
Naik Dango menjadi simbol pangan yang berdaulat masyarakat suku Dayak Kanayatn. Selain itu ritual Naik Dango juga merupakan bentuk rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah.
Wujud terima kasih dipanjatkan oleh para petani kepada Nek Jubata manifestasi Sang Pencipta suku Dayak Kanayatn.
Tradisi budaya masyarakat Kalimantan Barat “Ritual Naik Dango” diyakini lahir sebagai penghormatan atas kehadiran padi dari Jubatan yang konon dahulunya terjatuh dibawa burung pipit saat para Nek Jaek sedang mengayau (berburu kepala musuh).
Berawal dari peristiwa terjatuhnya padi Jubata itulah kemudian akhirnya talino atau manusia akhirnya mengenal padi dan menjadikannya sebagai makanan pokok.
Tata cara pelaksanaan ritual Naik Dango dimulai sejak masa panen. Seluruh warga yang bertani padi atau berladang melakukan musyawarah untuk mempersiapkan acara Naik Dango.
Kemudian masing-masing keluarga melakukan batutu yakni memasak menggunakan bambu besar berisi beras ketan diatas tungku besar.
Pada hari pelaksanaanya seluruh padi hasil panen dan sesaji dibawa ke Dango atau lumbung padi. Ritual Naik Dango akan dipimpin oleh seorang Pamane atau ketua adat. Pamane memanjatkan doa-doa sebagai wujud syukur terhadap Nek Jubata.
Proses pembacaan doa oleh Pamane ini disebut dengan ritual Nyangahatn. Nyangahatn merupakan inti dari ritual Naik Dango.
Dalam Nyangahatn terdapat prosesi tingkakok nimang padi, dimana padi hasil panen akan dibawa ke lumbung padi sambil diiringi tari-tarian dan musik. Prosesi Tingkakok nimang padi merupakan simbol turunnya padi Jubata kepada manusia.
Dikutip dari laman kemendikbud ristek tentang Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), Nyangahatn dilakukan 3 kali. Pertama, dilakukan di mina atau pelataran terbuka, tujuannya memanggil jiwa dan semangat padi yang belum datang sehingga hadir menuju ke rumah adat.
Nyangahatn kedua dilakukan di lumbung padi yang disebut langko atau baluh. Tujuannya sebagai media untuk mengumpulkan jiwa padi yang sebelumnya telah dipanggil.
Selanjutnya Nyangahatn ketiga dilakukan di pendaringan tempat penyimpanan beras. Nyangahatn ketiga tujuannya agar hasil panen diberkati.
Disini setiap padi dari beberapa keluarga petani yang panen dikumpulakn di satu lumbung dan diserhakn pada pamane. pamane akan menyimpannya di lumbung sambil membacakan doa kepada Nek Jubata(Sang Pencipta).
Diyakini setelah melalui tiga ritual Nyangahatn padi yang disimpan dalam waktu yang lama akan tetap baik dan tidak cepat habis.
Dengan melestarikan ritual Naik Dango mmasyarakat suku Dayak Kanayatn mengimplementasikan kedaulatan pangan dalam tata kelola pasca panen yang adil dan bijaksana.
seperti tertutur dalam slam khas Kalimantan “Adil Ka Talino Bacuramin Ka Saruga Basengat Ka Jubata “artinya adil kepada sesama manusia, bercermin ke surga (Sang pencipta), nafas hidup kita berasal dari Tuhan.***