KALPATARA.ID- Upiya Karanji merupakan penutup kepala yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo. Yang sekaligus sebagai kerajinan tangan, identitas dan kebanggaan masyarakat Gorontalo sejak zaman dahulu.
Dalam bahasa Gorontalo, Upiya Karanji berarti Kopiah Keranjang. Yang sangat identik dengan Suku Gorontalo dan dikenal luas tidak hanya menjadi pelengkap dalam berpakaian, namun juga sebagai simbol identitas suku Gorontalo itu sendiri.
Dalam tradisi masyarakat Gorontalo, Upiya Karanji seringkali digunakan pada perayaan hari-hari besar Islam, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad, Tahun Baru Islam, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Uniknya bahan baku pembuatannya berasal dari tumbuhan yang dikenal dengan Pohon Mintu.
Tumbuhan ini hanya ada di hutan-hutan Gorontalo, tak ubahnya seperti pohon rotan liar. Berbeda dengan pohon rotan yang keras dan getas, sulur-sulur pohon Mintu tampak lebih lentur dan banyak mengandung air.
Sehingga bahan Mintu ini sangat mendukung karena agak lunak dan mudah untuk dianyam. Setelah dibuat dalam bentuk songkok rasanya agak sejuk dan nyaman dipakai apalagi ditunjang oleh sirkulasi udara yang dirancang sebagai model songkok.
Sejarah Upiya Karanji
Menurut Basri Amin, Peneliti sejarah sosial dari Universitas Negeri Gorontalo dalam tulisannya mengatakan, Upiya Karanji sudah ada sejak abad ke-17. Dimana peci tersebut kerap digunakan oleh Sultan Eyato salah satu orang yang memimpin kesultanan Gorontalo yang memiliki peran besar dalam islamisasi Gorontalo.
Sejak abad ke-17, dan melalui tokoh besar bernama Sultan Eyato, lokalitas produk-produk Gorontalo, yaitu melalui karya rakyatnya yang produktif dan bermartabat.
Seperti halnya tenunan dan upiya karanji merupakan akar jati diri yang dijadikan pilihan pakaian. Sebagai opsi pilihan bahkan bentuk perlawanan kultural terhadap pakaian-pakaian yang disediakan oleh negara-negara barat di zaman itu.
Hasil penelitian Arin Safitri Datau dkk yang diungkap dalam Sistem Pembelajaran dalam Pewarisan Keterampilan Seni Kerajian Upiya Karanji di Kabupaten Gorontalo menjelaskan, Upia karanji merupakan salah satu mata pencaharian penting bagi masyarakat di Desa Batulayar.
Desa tersebut memiliki perajin upiya karanji yang begitu banyak, dan diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang hingga masa sekarang ini.
Atas kesadaran masyarakat, diwariskan untuk anak-anak dan cucu mereka sebagai warisan bagi Desa Batulayar sekaligus pemenuhan kebutuhan ekonomi kelangsungan hidup masyarakat setempat. Namun sayangnya, sebagian generasi muda enggan mempelajari dan menekuni seni kerajinan ini.
Upaya Pelestarian
Pemerintah Provinsi Gorontalo menyadari perkembangan zaman dan terus melakukan upaya-upaya pelestarian. Diantaranya melalui Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Gorontalo Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pengembangan Kerajinan Karawo dan Upiya Karanji.
Tak hanya itu, dalam Perda itu juga disebutkan bahwa peci khas Gorontalo ini menjadi kelengkapan pakaian dinas Pegawai Negeri Sipil yang wajib dikenakan setiap hari di kantor dan saat bertugas sekalipun.
Kewajiban menggunakan peci khas Gorontalo ini berlaku bagi para PNS pria. Sedangkan untuk PNS wanita yang muslim diwajibkan menggunakan hijab dengan sulaman Karawo.
Pada tahun 2019, Upiya Karanji telah menjadi sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang berasal dari daerah Gorontalo.