KALPATARA.ID – Dalam tradisi masyarakat Yogyakarta terdapat Awisan Dalem Bhatik yang merupakan nbatik larangan. Ada empat motif batik dan ornamen yang termasuk ke dalam Awisan Dalem Bhatik. Berikut adalah empat motif tersebut dan makna filosofis dibaliknya.
1. Motif Parang Rusak
Motif parang rusak merupakan lambang kekuasaan. Guratan motifnya mwerujuk pada kewaspadaan militer dan tanggung jawab dari sang penguasa. Dalam literasi berbeda motif parang rusak merupakan penggambaran sinar matahari. didalam motif ini terdapat ornamen hias bunga teratai yang terbuka sebagian. Teratai yang terbuka sebagian adalah representasi kecemerlangan dan keagungan.
Dalam perkembangannya motif parang rusak melahirkan motif turunannya. Beberapa motif tururnan parang rusak antara lain ; motif parang templek, motif parang chentung,motif parang parikesit, parang rusak gendreh, parang rusak barong ageng, dan parang rusak kusumo ceplok gurdo.
2. Motif Kawung
Motif Kawung merupakan salah satu motif batik kuno. Hal itu dapat diketaui dari berbagai ornamen motif kawung yang ada di arca maupun candi peninggalan kerajaan nusantara di pulau Jawa. Sejak pemerintahan Sultan Hamengkubuwono II motif kawung masuk kedalam empat motif Awisan Dalem Bhatik.
Motif kawung merupakan visualisasi empat kelopak bunga teratai yang bermakna cerminan alam semesta. Dalam keyakinan Jawa kuno kawung juga merupakan ekspresi visual dari Mancapat yan sempurna. Mancapat adalah gagasan dari kelima kategori yang terkandung dalam sati filosofi emapat mata angin dengan satu pusat kendali di tengah.
Terdapat beberapa motif kawung yang digunakan oleh raja dan orang dalam keraton antara lain; kawung prabu ceplok gurda yang hanya boleh dikenakan raja/sultan, motif kawung picis ceplok gurda.
3. Motif Sawat dan Semen
Motif sawat dan semen dtetapkan sejak pemerintahan Sri sultan Hamengkubuwono II, V, VII dan VIII. Motif semen menjadi bagian dari motif yang dilarang dikenakan oleh masayarakat biasa karena kaitannya dengan ornamen Gurdha atau Garuda.
4. Motif Lerek
Pada abad ke ke-9 motif lerek merupakan pola hias pada arca perunggu dewa Wisnu. Dalam motif lerek terdapat pola udan riris atau gerimis yang merupakn simbol kesuburan yang mencerminkan kehidupan masyarakat nusantara yang merupakan masyarakat agraris bermata pencaharian sebagai petani.
Pada tahun 1921-1939 terdapat motif larangan baru bernama rujak senthe berupa lidah api, setengah kawung, banji sawit, mlinjon, tritis, ada-ada dan untu walang. Motif rujak senthe dapat digunakan oleh Sultan yang bertahta dan Wayah Dalem ke atas.
5. Empat Ornamen
Dalam katalog awisan dalem bathik atau batik larangan ornamen hias yang berukuran besar menjadikan batik hanya boleh digunakan oleh orang keraton. Ukurannya diatur dalam dhawuh dalem terdapat empat ornamen hias yaitu :ornamen gurdha, ornamen huk, ornamen naga, dan prnamen mangkara. Ornamen ghurda yang merupakan visualisasi mitologi burung, naga, ular atau mahluk laut yang sangat erat kaitannya dengan kesuburan. Hal itu diyakini memiliki kekuatan magis berdasarkan ukurannya.***