Dari laporan itu dapat diperhatikan dengan seksama bahwa tidak ada perbedaan antara negara maju dan negara berkembang. Keduanya sama-sama menderita akibat kekeringan dan banjir.
Jadi, sekali lagi kekeringan dan banjir adalah dampak yang sama akibat dari dari kencangnya laju perubahan iklim yang diperparah dengan kerusakan lingkungan.
Bagaimana dengan Kondisi Indonesia?
Sepanjang tahun 2023, beberapa wilayah di Indonesia menghadapi kekeringan dan krisis air bersih yang mengkhawatirkan. Fenomena ini mulai menghebat sejak Agustus 2023.
Musim kemarau yang dikombinasikan dengan fenomena El-Nino ditengarai menjadi penyebab utamanya.
El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.
Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurai hujan di wilayah Indonesia. El Nino juga memicu terjadinya kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.
Menurut Rohani Budi Prihatin dalam jurnal Problem Air Bersih di Perkotaan, berikut beberapa faktor penyebab krisis air bersih di Indonesia, yaitu:
- Laju pertambahan dan perpindahan penduduk ke perkotaan yang cukup tinggi. Penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air.
- Pembangunan gedung-gedung di kota besar banyak yang tidak mematuhi perbandingan lahan terpakai dan lahan terbuka, sehingga mengganggu proses penyerapan air hujan ke dalam tanah.
- Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan aktivitas domestik, industri, erosi, dan pertanian.
- Eksploitasi air tanah yang berlebihan yang dilakukan oleh gedung-gedung perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan, dan apartemen.
Berkaca dari kondisi dunia dan Indonesia sendiri, tentunya dibutuhkan solusi konkrit dalam menghadapi krisis air bersih yaitu dengan menjaga keberlanjutan lingkungan yang tujuannya melindungi masyarakat dari dampak yang lebih parah dan menjaga peradaban.***