KALPATARA.ID- Ie Bu Peudah atau Bubur Pedas merupakan masakan khas dari Aceh Besar. Bubur yang diolah dari 44 macam jenis dedaunan hutan ini diyakini masyarakat Aceh sudah ada sejak zaman Kesultanan Aceh Darussalam dan telah lama menjadi santapan takjil khas Ramadhan di Aceh.
Ie Bu Peudah yang tergolong kuliner langka ini hanya disajikan ketika bulan Ramadhan saja, sehingga dalam proses pembuatannya pun menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh.
Ie Bu Peudah juga merupakan jenis makanan yang seperti bubur nasi dengan tekstur lembut yang memiliki rasa sedikit pedas dan juga terdapat rasa manis, asin serta memiliki aroma yang sangat unik.
Penyebutan Ie Bu Peudah berasal dari kata “ie” yang artinya air, “bu” artinya nasi, dan “peudah” artinya pedas. Makanan ini diformulasikan khusus dari banyak rempah-rempah dan rempah-rempah dengan khasiat yang luar biasa, terutama untuk imunitas tubuh saat berpuasa.
Rasa dan aroma tersebut berasal dari beberapa jenis rempah. Dalam pembuatan Ie Bu Peudah, bahan baku yang digunakan adalah bumbu yang telah diracik, dengan berbagai bahan alami yang diperoleh dari berbagai rempah yang dikeringkan kemudian dihaluskan.
Sejarah Ie Bu Peudah
Menurut keterangan tulisan “Special meal of the Acehnese, Indonesia during Ramadhan” oleh Abdul Manan dkk yang diterbitkan dalam jurnal Biodiversitas (Volume 23, Number 3, March 2022),
Pada era Kesultanan Aceh, Ie Bu Peudah dimasak sebagai wujud kebersamaan antara raja dan rakyatnya. Bubur ini menjadi menjadi salah satu media untuk mendengarkan kesedihan dan permasalahan yang dialami oleh orang-orang. Kesultanan Aceh. Dengan duduk bersama, menjadikan bubur ini sebagai makanan istimewa di bulan ramadhan untuk calon raja bersama-sama dengan kaumnya pada waktu sebelum berbuka.
Ie Bu Peudah sering dikonsumsi oleh masyarakat masyarakat Aceh pada masa pertempuran melawan penjajah Belanda. Tujuannya adalah untuk memberikan ketahanan stamina sang pejuang lokal di tengah perang. Dokumen De Atjehers menjelaskan, masyarakat Aceh sering mengadakan acara berbuka puasa (takjil) di mesjid bersama-sama dengan menghidangkan bubur peudah sebagai menunya.
Waktu memasak dan persiapan dijadwalkan pada siang hari (dzuhur) dan dilakukan secara gotong royong.